Postingan

Menampilkan postingan dari 2017

Monolog

Yaa Allah Aku ingin curhat Tapi aku ngantuk Banyak yang ingin aku sampaikan Aku ingin lulus saja ya Allah Atau aku ingin pergi haji saja, umroh juga boleh Aku ingin pergi, pergi jauh Dimana aku bisa menjadi diriku sendiri Aku juga ingin menikah Eh tunggu dulu, aku menikah bukan karena sudah bosan dengan kampus yang bikin lelah Tapi aku bosan dengan jalan raya yang bikin marah-marah Aku ingin berkutat dengan buku-buku Biar, biar otak ini tidak membeku Memang berharap sama manusia bikin sengsara Makanya aku cuma bisa berharap sama Sang Pencipta

Hoshizora

Aku pernah kehilangan, kehilangan semua apa yang aku genggam dengan erat. Hingga aku tak sadar, bahwa itu semua bukan hak yang aku punya. Sampai aku merasa rendah, tak ada yang bisa aku percaya lagi. Terjatuh, tersungkur, tak seorangpun tahu, tak seorangpun peduli apa yang aku rasa. Titik terendah yang ada, gelap dibuatnya. Harapan apa lagi yang aku harus ciptakan? Dimanakah aku bisa dapat berjalan dengan tersenyum seperti dulu? Apakah mungkin? Ah ya, aku hanya makhluk biasa yang terlalu berharap dunia ini indah. Sampai aku buta akan hal yang bukan menjadi milikku, terlena dan akhirnya terjatuh dan tak ada yang bisa menolongku. Menyerah? Tidak, karena aku masih hidup. Hanya saja jiwa ini mungkin butuh istirahat, butuh kehangatan yang akan membuatnya menjadi tegar kembali. Melihat kenyataan yang tak akan bisa ditebak, dengan hanya keinginan nafsu semata. Pahit lidah ini akan selalu terasa apabila melihat sesuatu dari satu sisi saja. Waktu mengalun, tak ped

Dan

Maaf, aku belum bisa membahagiakanmu Maaf, aku tak tahu apa yang kamu butuhkan Maaf, aku hanya membuatmu kecewa Maaf, hanya itu yang bisa aku ucapkan Sekarang, kamu boleh pergi. Mencari kebahagiaan menurut pandanganmu sendiri. Aku hanya bisa berharap kebahagiaan terus ada untukmu walaupun aku tak ada. Aku hanya bisa mengumpulkan apa yang tersisa darimu, yang tak akan kamu bawa pergi. Tolong, jangan anggap aku kasihan. Jangan suruh aku cari kebahagiaan lain diluar sana. Karena dengan cara ini aku berterimakasih kepadamu, bentuk rasa syukur karena telah mengajarkanku apa arti menghargai, apa arti kasih sayang, arti pengorbanan. Dan aku percaya, kalau sudah ditakdirkan, maka sejauh apapun jarak pasti akan bertemu jua. Aku tidak percaya diri karena hal itu belum pasti ada dalam kehidupanku sekarang. Namun yang jelas, aku percaya bahwa Allah mendengar semua doa-doaku. Dan untukmu, aku percaya, engkau bisa menemukan kebahagiaan yang lebih dari apa yang kamu cari.

Aku

Aku hanya titipan. Aku hanya raga yang telah Tuhan ciptakan untuk jiwa yang telah ditiupkan. Maka, aku hanya bisa berusaha sebaik mungkin menggunakannya. Sebelum pulang, harus ada bekal yang aku bawa. Tapi, selalu saja dosa dan khilaf yang menghambatku untuk berjalan. Rasa sombong dan kecewa, harapan tinggi dan angkuh. Akupun sendiri tak tahu apa yang kurasa. Bukan mati rasa, memang sudah tak tahu lagi ingin mengeluhkan apa. Hanya bisa menangis. Aku ingin terus maju, aku hanya ingin hatiku lapang, tenang. Mengapa aku selemah ini? Sekali lagi, sabar memang tak ada batasnya. Aku hanya ingin selalu sabar, namun kapan semua inginku tercapai? Apa itu semua bukan hak ku? Apa doaku salah? Atau mungkin aku belum pantas untuk menerimanya? Apa aku perlu mengubah doaku? Astagfirullah, aku harus apa lagi? Selain berdoa dan bersujud? Serta berusaha menjadi pribadi yang lebih baik? Maafkan atas kelancangan diri ini, karena aku sadar aku hanya manusia yang tidak sempurna padahal tahu manusia adalah

Pesan

Ya Rabb, ajari aku apa arti dari keikhlasan, sadarkan aku buah dari kesabaran, dan tegakkan hatiku pada jalan-Mu, karena aku hanya ingin menjadi hamba yang taat kepada-Mu, dan perlihatkan aku seperti apa cinta kepada sesama manusia, murni tanpa penilaian manusia. Karena penilaian manusia selalu berubah, aku hanya ingin ketetapan hati yang selalu menuju kepada-Mu,  meminta hanya kepada-Mu, berharap hanya kepada-Mu, kalau memang Engkau belum menetapkan seseorang untukku, tak apa, karena aku masih dan hanya punya satu-satunya Cinta, Cinta Yang Abadi.

Wish

Akan tiba saat aku hanya ingin sendiri. Merasakan nikmatnya dihujani tanda tanya yang belum terjawab. Merasakan rindu yang semakin meragu. Antara ingin merelakan atau pergi begitu saja. Waktu itu kejam ya? Tapi waktu juga bisa menyembuhkan, katanya. Sekarang bukan hanya perkara cinta yang aku resahkan, tapi juga apa yang akan aku bawa untuk 'bekal' kehidupanku nanti. Apa aku sudah cukup baik untuk ini? Ah, hidup saja aku masih suka mengeluh. Kalau aku bisa bongkar pasang hati, pasti tidak akan menyesakkan seperti sekarang. Aku hanya ingin menjaga diri dari egoku sendiri, meskipun akhirnya akulah yang egois. Setidaknya aku sudah berusaha, bukan? Aku hanya ingin damai dengan semuanya, termasuk dengan sisa bayanganmu. Aku hanya bisa berpasrah diri, dengan perasaan ini, karena hanya Tuhan Maha Pengolah Rasa. Kalau nantinya aku bisa 'merelakan', mudah-mudahan tidak ada pihak yang tersakiti sama sekali. Dan kalau nantinya aku dengan terpaksa 'pergi', aku

Tukar Jiwa

Kita tau, tak akan mungkin kita mengerti apa yang orang lain rasakan tanpa menjadi orang tersebut. Cara pandangnya, cara merasakannya. Sisi yang ada pada diri. Maka tak usah heran, jika apa yang aku rasakan ini berbeda dengan punyamu. Jika kita tak bertukar jiwa. Maka tak usah usik apa yang membuat aku bahagia walaupun hanya bisa mendoakanmu dari kejauhan. Maka tak usah pikirkan jika kau tak pernah jadi diriku. Maka tak usah risau aku masih bahagia dengan kesendirian. Karena cuma aku dan Tuhan yang tau rasanya. Aku masih merayu dan meminta di setiap sujud, sadar atau tidak, aku sedikit berharap dan sedikit tegar dengan doaku di setiap sepertiga malam. Di setiap ujung malam, dan di setiap mata ini ingin terpejam. Di setiap desahan nafasku, aku hanya pasrah dengan takdir-Nya, dengan terus berusaha memperbaiki diri walaupun sangat sedikit perubahannya. Karena akan sangat berharga di setiap prosesnya. Mari bersyukur atas jiwa yang telah diberikan, apapun rasa sakitnya, rasa bahag

Pursuit of

Aku suka kopi, karena rasanya jujur. Jujur untuk menghadapi kenyataan. Jujur akan kenangan. Apakah aku terlalu terobsesi terhadap kenangan yang mungkin saja bukan untukku ratapi? Sekarang aku hanya ingin berlari, menjemput kebahagiaan. Tapi aku juga ingin menikmati rasa kesepian yang masih tinggal karena belum saatnya aku pindah. Katanya, yang bisa mengobati hati adalah hati juga. Namun, hati ini kenapa? Merasa tertutup tidak, terbuka juga tidak. Sama sekali aku tak ingin dikasihani, itu hanya untuk orang yang sudah putus asa. Apakah aku normal seperti ini? Semakin lama aku menyentuh langit dan berdoa, semakin luluh aku mengingat semua harapan yang aku gantungkan dan menancap di hati. Sekarang aku berada di fase dimana aku harus membiasakan diri dengan kenyataan, dengan realita yang tak bisa ditebak. Apakah yang namanya kenangan selalu mengganggu? Terbuat dari apakah sebuah kenangan? Aku tidak pernah bisa mengerti mengapa kenangan selalu kembali dan kembali lagi. Kalau mau dibilang juj

Way

Kutitipkan rindu ini lewat doa. Entah akan sampai atau tidak. Hanya ingin mengutarakan isi hati ini. Aku hanya ingin berharap kepada Sang Pencipta. Hal buruk yang dulu menimpaku, sekarang jadi debu. Mungkin masih membekas, tapi tak ada jalan lagi selain jadi pemaaf. Memaafkan diri sendiri, memaafkan masa lalu, meredam hati yang dendam. Tak mengirakan apakah jodoh atau maut dulu yang akan datang. Karena semuanya sama. Akan kembali ke jalan-Nya. Aku hanya bisa diam dan tenang karena aku ingin yang terbaik dan karena bukan aku yang tahu menahu soal takdir. Menangisi masalah tak akan ada habisnya. Lemah? Ya itu aku, memang manusiawi. Sekarang aku hanya ingin aku bisa kuat dengan apa yang bisa kujalani dan dengan doaku itu, aku bisa terus memperbaiki semua kesalahan yang lalu. Hanya lewat doa aku titipkan rindu ini, agar aku bisa tenang melalui tiap detik yang sangat menyiksa. Lewat sabar aku belajar, bahwa semua yang aku inginkan hanyalah nafsu semata, bukan sesuatu yang aku butuhkan. Dan

Heaven Hell

Suka gemes kalau ada orang yang nanya “mana pasangannya?” tanpa berpikir panjang. Lalu juga pertanyaan; “hani kapan nikah?” itu juga. Yeah, jalan hidup seseorang pasti berbeda-beda. Entah itu berliku, menanjak, cuma lurus-lurus atau flat, kita gatau seseorang jalan hidupnya seperti apa. Maka dari itu gue hampir ga pernah menanyakan hal seperti diatas , karena gue gatau apa yang ada di dalam hati seseorang sampai dia menceritakan kisahnya, itupun belum cukup kalau bukan gue yang menjadi dia. Jadi ga akan bisa sampai ditingkat dimana tau segalanya kan? Nah think about it. Lucu aja sih di zaman sekarang, orang-orang berkomentar tanpa berpikir dulu. Bukannya ga suka, karena itu hak mereka. Tetapi ga ada salahnya untuk menghormati jalan hidup yang sudah dipilih dengan cara meng-support dari belakang (paling gampang doa aja deh) udah, so simple. Bahagia itu sederhana, sesederhana kita mensyukurinya. Bahagia dengan berpikir kalau kita bahagia dengan keadaan yang sekarang. Maupun itu lagi

Savetember

Orang-orang yang paling berharga menurut gue dan satu-satunya hal yang paling gue harapkan adalah keluarga. Mereka tak pernah berubah, ketika masalah kecil atau masalah besar yang menimpa dengan gue. Hanya mereka yang netral ke gue, mendukung dengan cara mereka. Memang, meskipun gue tga se ‘intim’ apa yang seperti keluarga lainnya. Gue lebih tetap percaya mereka. Keluarga disini adalah mamah, kakak, adik-adik dan bapak. Kasih sayang mereka memang tidak terlihat, tetapi tidak munafik. Mungkin pemikiran gue sempit, tapi ini yang gue rasakan selama ini. Berapapun banyak teman atau sedekat apapun gue dengan orang lain, tetap belum bisa ada yang menyamain mereka. Makanya sampai sekarang gue belum pernah punya teman atau sahabat versi gue sendiri. Gue tetap berbaur, tetap sayang dengan orang-orang sekitar yang gue anggap teman. Gue tetap berusaha untuk netral. Karena belajar dari pengalaman lalu, dimana ‘kebaikan’ gue ini atau ‘kepolosan’ gue ini dianggap sepele oleh orang yang dekat dengan

Faith

Ketika seseorang ingin beralih ke kehidupan yang lebih baik, banyak ujian dan mungkin hambatan yang dilewati. Perjalanan hati menuju hakikat diri ini dirasa belum sampai. Mengapa aku menangis ketika sedang membaca ayat-ayatNya? Tak kuasa menahan beban di mata yang kian lama semakin panas dan mengeluarkan terjunnya. Hanya setengah kubaca, karena sudah tak kuat lagi. Apakah hati ini sudah mengeras? Atau pelampiasan karena harapan dan permintaanku belum terkabul? Atau sudah terlalu menggunung dosa yang telah kubuat? Aku sudah tak kuat untuk berpikir lagi, hanya berputar-putar tak tahu jawabannya. Setiap manusia punya proses yang berbeda. Ada yang dikabulkan langsung doanya, ada yang langsung berhijrah karena ingin meningkatkan iman dan meninggalkan masa lalunya, dan ada pula yang masih di tengah perjalanan menuju hatinya sendiri. Akupun masih menikmati proses itu. Pastinya aku ingin menjadi pribadi yang lebih baik. Percaya adalah satu yang penting untuk itu. Percaya akan hati sendiri. Per

Puisi

Mataku perih, kering, hampir tak berair. Pernah sesekali aku menangis, hanya karena merindukan kenangan untuk bersua. Tapi aku tidak mau berlarut lagi. Pernah sesekali aku menyesal, hanya karena aku tak bisa memenggemgam apa yang tak bisa aku miliki. Sakit, mata ini butuh sedikit air untuk meredamnya, tapi aku tak bisa. Pernah sesekali aku mendamba impian, entah akan menjadi mimpi selamanya atau tidak. Aku hanya membiarkan ia berlari dan menari-nari di pikiranku, sampai lelah. Sampai aku bisa normal menggunakan otak ku dengan normal. Ku bentangkan sajadahku lagi, berdoa dan meminta-minta layaknya seorang hamba. Bercerita keluh kesahku, kenapa aku begini, kenapa bisa begitu, dan masih banyak lagi keinginan liar ku yang belum tercapai. Aku mulai terbiasa dengan ini. Terbiasa dengan doa yang kuucap tanpa tau akan terkabul atau tidak. Hanya ingin memeluk diri ini yang hampir rapuh, tapi bagaimana caranya? Kembali ke dunia nyata dengan senyuman khas ku. Tanpa tau apa yang aku

Mad, Unbroken

Mungkin ini di tingkat atau di puncak pikiran, fisik dan hati gue di adu. Ketika seseorang yang lo percaya (tentunya tidak 100%), berbuat kesalahan atau bahkan fatal akibatnya, dimana seseorang yang dekat dengan lo (seorang teman) memberi kepercayaan dengan teman lo (anggap saja baru berteman) ini merusak niat baiknya. Bukan saling menyalahi. Tapi apa manfaatnya kalau yang dipakai itu ego dan hanya mengandalkan hati? Dimana logikanya? Mungkin hanya salah komunikasi. Lalu apa dengan kalimat yang membuat tersinggung semua orang yang terlibat, membuang-buang waktu orang yang menunggu, dimana logikanya? Alasan yang ‘kurang’ masuk di akal karena ‘karma’ datang untuk orang yang telah merusak kepercayaan gue. Arrrrgh! Sakit sampai ubun-ubun kepala gue ini. Meminta maaf dan memaafkan mungkin sudah menjadi formalitas sekarang. Sisanya hanya sadar diri dan cari solusi agar tidak jatuh ke lubang yang sama. Otak gue penuh dengan kata-kata yang mungkin akan keluar sekarang. Ketidaktahuan akan perm

Bittersweet, Unlove Letter

Hey, I want to ask you something. What's more important reason why you love me? All the time, all the things we had, years by years passed. Should I cry or laugh? I wanted to cry 'cause I can't feel what you feel, heavy on your chest. I breath and I still think about you, and also I can't tell people that it still hurts. Ok, maybe they're not my business, but. Its heavy to share with me? I cried because everything still feels like a lie. I cried because I dreamt of you somenights, I am yet to know how not to reach for your hands, and nowhere near you at the same time. Oh hey, I wanted to laugh because here we are. Still loving each other despite it all. What's more important thing in your life? Having a best friends, talk to your mom and dad about your future? I still can't get it all. I can't understand what you feel, what you think, and here I am. Still wondering how I can feel what you feel, what the 'beast' in you. I want to love you, how I

Rahasia

Masih di arah yang sama, tepatnya jalan yang belum ada akhirnya. Akupun masih penasaran akhirnya akan menjadi apa kisah kita ini. Terserah takdir saja. Aku hanya bisa berbenah diri ini. Rahasia tetap diam dan aku terus berjalan tanpa arah. Untuk itu semua aku hanya bisa mencarimu disela doaku, di setiap lamunanku, disetiap mimpiku. Kalau memang Tuhan tidak mengizinkanku apa yang aku inginkan biarlah ikhlas yang bekerja. Tuhan tau yang terbaik untuk kita. Aku tidak menangisi takdir. Hanya saja aku masih penasaran, mengapa kita akhirnya dipertemukan. Apa yang menjadi rencana-Nya pun masih rahasia. Aku cuman bisa bersyukur sampai sekarang aku diberi rasa oleh Tuhan untuk memelihara bayangan dirimu yang entah raganya dimana, memelihara perasaan ini. Tak apa aku masih disini, tak apa dirimu mencari yang lain, tak apa dirimu melupakan aku, tak apa. Aku bukan siapa-siapa. Aku hanya perempuan yang dicintai dengan lembut, kasih sayang, perhatian, dan semua itu mungkin belum aku temukan dan ham

Obsessed

Aku kehilangan arahku, menuju sampai entah, dan kakiku sudah merasa lelah. Aku hanya terpaut waktu yang semakin jauh,  menggenggammu berbuah semu. Mungkin sudah saatnya, aku terus berjalan tanpa lagi menoleh lagi ke belakang. Ingin aku berbalik arah, memeluk dari segala resah yang ada dalam dada: kamu. Kadang semesta mempertemukan hanya sekedar memberiku pelajaran. Kadang semesta menjauhkan agar aku dan kamu tahu artinya kehilangan. Biarkan bagaimana tangan Tuhan bekerja atas kita. Yang ku percaya, bahwa segala cinta yang aku punya, pasti pernah kamu rasa. By: pwd Sheila On 7 - Berhenti Berharap

Nelangsa

Benar, mengingat akan luka masa lalu membuat kita semakin menderita. Lalu apa yang bisa dilakukan agar semuanya baik-baik saja? Hati sudah terlanjur berkarat, jiwa pun sepertinya sudah mulai lelah. Tapi hati berkata, tunggu, sebentar lagi. Terus seperti itu. Apalagi hah? Apa yang hati ini mau? Ikhlas pun rasanya tak berguna, hanya rasa bersalah akan yang lalu yang tak tahu akan bisa diperbaiki atau tidak. Hanya berdoa semoga diberikan jalan yang terbaik. Terus belajar tanpa merasa terbebani penyesalan. Sabar dan rasa ini yang menjadi penguatnya. Entah siapa yang akan datang hanya mengetuk pintu atau sekedar berteduh dan pergi lagi? Hanya tuan rumahlah yang tahu. Fisik ini cuma titipan, yang suatu saat akan menyatu kembali dengan bumi. Tapi jiwa? Akan kekal mengikuti waktu yang abadi pula. Ketika jiwa ini merasa sepi, merasa sedih. Mengandalkan harapan saja tak akan cukup. Hanya rasa sabar ini harus selalu menyertai. Sabar akan semua yang telah dilalui. Sabar akan penantian. Sabar akan

Selalu Ada

Memang, pengalaman yang selalu mengajarkan kita menjadi lebih baik. Rasa sakit yang bertubi-tubi datang mengajarkan kita lebih bersyukur menerima kenyataan. Lebih bahagia dengan keadaan yang sekarang. Karena bahagia hanya kita yang buat, diri sendiri. Sisa masa lalu hanya untuk menjadi bahan obrolan untuk di tertawakan, bukan untuk disesalkan. Hal itu gue yang rasa saat  ini. Perjalanan gue sebagai murid kehidupan selalu berputar. Iman naik turun. Tapi satu yang gue sesalkan. Kenapa baru sekarang gue bisa menciptakan kebahagiaan gue sendiri? Apakah gue lupa hakikat gue sebagai manusia? Ah, mungkin gue hanya khilaf. Gue pernah dengar salah satu kalimat yang berkata “kita tidak pernah menilai orang yang kita cintai” , yap that’s true. Walaupun dia selalu menyakiti kita, atau membuat hidup kita lebih menderita atau apapun itu, tetap kita menilai dia selalu baik. Melepaskan sesuatu memang tidak mudah, tapi tidak salah kalau memilih bahagia menjadi diri sendiri. Mengikhlaskan apa yang

Saddest thing

Aku menangis bukan karena aku lemah. Aku menangis bukan karena aku tak kuat menahan beban sendirian. Aku menangis, karena aku ingin menangis. Karena rasa kebencian ini kalah telak, rasa emosi ini telah menguap. Boleh aku bersandar sebentar saja? Pada kepasrahan dan tak ingin melarikan diri lagi. Mungkin aku hanya lelah, lelah karena setiap hari berlari. Takut karena akan masa lalu yang seharusnya diikhlaskan. Aku menangis, karena hati ini ingin didengar. Bukan melulu soal egoisme. Bukan soal kebencian. "Apa yang aku mau? Dan apa yang aku butuhkan?" Mungkin itu sedikit pertanyaan yang keluar saat hati ini ingin didengar. Sampai kapan mau lari seperti ini? Kapan mau berdamai dengan diri sendiri? Dimana aku bisa mencari keheningan untuk diriku sendiri? Kapan bisa memaafkan diri sendiri? Terimakasih air mata, kau sangat membantu disaat aku butuh.

Make Up

Menjadi diri sendiri seutuhnya sampai sekarang pun sulit. Banyak godaan, dimulai dari logika, ego, bahkan pendapat-pendapat orang lain yang bisa menjatuhkan. Aku tahu sekarang apa kekurangan yang aku punya, memang tak baik jadi pendendam. Tapi aku tahu batas wajar aku harus bersikap. Kadang suatu hari, aku suka menangis diatas sajadah, hanya karena teringat akan semua beban, semua dosa, semua peluh yang ku bawa selama ini. Selalu menyesal, mengapa aku dulu sebodoh itu? Mengapa kemarin aku sebejat itu? Dan semua pikiran-pikiran yang melayang diatas kepala. Aku hanya berdoa aku mendapatkan yang terbaik. Apa itu kurang? Aku harus berdoa apalagi? Aku cuma manusia biasa yang terbatas. Terlalu menyesakkan, tapi aku tak tahu itu apa. Ingin teriak tapi malu, malu akan dosa yang sudah kuperbuat. Tapi aku melakukan, melakukan, dan melakukannya lagi. Aku bingung. Aku linglung, entah ini benar atau salah. Aku memang belum pantas mendapatkan yang aku mau, terlalu rendah status ini untuk menjadi le

Anger

Terlalu banyak yang palsu. Tawamu palsu, sedihmu palsu, bahagiamu palsu, senangmu palsu. Aku heran, untuk apa dibuat-buat? Lebih baik diam, dan bicara ketika saat yang tepat. Egomu itu terlalu manja. Cobalah sekali-kali, buka mata, hati dan telinga kau itu. Pasti egomu cuma sebagian kecil dari atom. Aku juga sadar, aku masih punya ego dan nafsu. Tapi apa aku menuruti itu? Aku juga manusia, iya. Menangis pernah, mengeluh iya, dan segala macam naluri yang manusia punya. Tapi aku juga sadar, aku masih punya nurani yang tersimpan dengan baik. Masih ada hal baik yang aku punya. Dan aku perlu proses untuk mengasahnya. Mungkin sepanjang jalan hidup akan selalu terasah. Aku hanya ingin tegas, ingin bisa berani menghadapi ketakutanku akan masa lalu yang mungkin sangat menyakitkan. Sekali lagi, masih ada hal baik yang aku punya. Aku masih punya Tuhan. Aku masih punya semesta. Tak ada hal lain pun. Berharap pada manusia hanya membuat kecewa pada akhirnya. Karena manusia juga lemah dan punya egon

Slip Out

Jangan biarkan rasa kebencian ini mendarah daging. Aku hanya manusia biasa, manusia yang lemah, tahu ini bukan hal yang benar. Tapi sekali lagi, aku hanya manusia biasa. Sadar akan kekurangan yang aku punya, dan berusaha mengendalikannya. Ya, memang aku egois. Terlalu memikirkan hal-hal yang buruk dan kebencian yang mungkin menjadi hal terakhir yang kupikirkan. Tapi ini hanya proses, proses aku menjadi diriku sendiri. Banyak yang tidak menyadari aku bisa sampai seperti ini, aku hanya tidak ingin terlihat lemah, dikasihani. Aku hanya muak dan tidak menyangka hal yang paling aku benci terjadi lagi. Karena beberapa tahun yang lalu, setelah kejadian yang membuat batin, pikiran dan semua yang ada di dalam diriku melemah. Dan yang tersisa hanyalah rasa kebencian itu. Salah memang, tapi apa aku harus berbelas kasihan dengan diriku sendiri? TIDAK. Aku hanya berdiri tegak, memandang semua masa lalu dan mencaci-makinya. Menyesal hampir, tapi hanya rasa kebencian yang paling mendominasi. Hatiku t

Lirih

Anganku masih mengambang, tergantung dengan sempurna disana. Tentangmu, tentang dirimu yang masih enggan angkat suara. Aku sendiri pun ingin beranjak maju, melangkahkan kaki sendiri, tapi berat. Belajar ikhlas itu sulit ya? Meringankan hati yang sudah terlanjur memelukmu, meskipun hanya bayanganmu saja. Entah ragamu ada dimana. Sebenarnya aku tak berharap, ingin tak berharap sama sekali, aku hanya belajar untuk menerima hari demi hari, menerima kenyataan. Tapi aku ini perempuan yang selalu ingat dengan janji-janji yang selalu kamu ucapkan. Rasanya, jika itu bukan jadi kenyataan, aku ingin sekali mengulang waktu. Berharap kita tidak pernah bertemu, tidak pernah saling kenal. Tapi apa daya, semesta sudah mengatur ini semua. Hal yang tidak pernah aku duga terjadi. Aku benci diriku sendiri, karena tidak bisa mengendalikan perasaan dari hati kecil ini. aku sering berdoa kepada Tuhan, sampai air mataku berlinang dan sajadahku basah, bukan hanya berdoa, tapi aku mencurahkan semua yang menjad

Tanda Tanya

Terkadang, sesuatu yang kita inginkan dan kita rencanakan tak selalu berjalan mulus. Bahkan tak sesuai apa yang kita mau? Apa maksud Tuhan? Apa yang Dia mau? Apa yang kita inginkan? Mengapa harus seperti ini seperti itu hasil akhirnya? Hal yang tidak sengaja bahkan kita tidak tahu awal dan akhir yang kita tidak pernah duga jadinya menghampiri. Padahal kita tidak mau akhir yang seperti ini? Yang awalnya saja kita tidak tahu, hanya datang begitu saja dan mengalir. Apa yang Tuhan mau? Rasa penyesalan? Rasa dengki? Rasa dendam? Atau apa? Kalau saja aku tahu kapan rasa senang, rasa penyesalan,  rasa benci, rasa dengki dan lain-lain akan datang, pasti aku tak akan menderita dan siap untuk menghadapinya. Tapi yang belum aku tau, apa definisi dari ikhlas? Apa arti dari menerima? Apa arti dari bahagia itu sendiri? Aku tau kekuranganku, aku orang yang bisa tiba-tiba membenci seseorang apabila aku sudah tidak dihargai lagi. Terlebih dengan alasan yang tidak masuk akal. Membenci dan dendam ten

Peluh

Tuhan, maaf kalau tiba-tiba aku ingin mengutarakan semua isi hatiku ini kepada-Mu. Karena aku tak tahu lagi kepada siapa aku bercerita, berkeluh kesah, menangis. Iya aku menangis Tuhan, karena air mata ini adalah salah satu anugerah dari-Mu. Hanya kepada-Mu aku bisa menangis sebanyak atau selama yang kumau. Ketika semua orang-orang hanya memikirkan dirinya sendiri, aku hanya bisa mengungkapkan semua perasaan ini kepada-Mu, hanya Engkau yang mengerti perasaanku seperti apa, bagaimana rasanya, meskipun aku tidak bisa mendengar balasan-Mu, cukup aku bersujud kepada-Mu, semua beban yang ada dihatiku ini perlahan menjadi ringan, meskipun batin ini berat, setidaknya aku bisa mengungkapkan semua yang aku rasa, tanpa ada satu hal pun yang tertinggal. Aku tak tahu itu apa, setelah aku memenuhi panggilan-Mu, aku mengingat semua hal, semua hal yang menyakitkan, membuat bahagia, marah, mengingat dosa yang telah kulakukan. Tapi aku hanya bisa menangis, apakah aku pantas menjadi Hamba-Mu? Apa aku b

Anata

Tak kunjung lelap, kumenengadah pada rembulan di balik jendela Kupikirkan tentang hari-hari lampau itu Setapak demi setapak kunaiki tangga menuju langit Disana, tiada seuatupun yang kuyakini Telah jauh kupastikan Tetapi saat bahagia dan saat terluka Kau selalu ada disisiku Bagai sebuah kapal tanpa peta mengarungi samudera yang luas Berlanjut menuju pekatnya masa depan seperti gemintang itu Terangilah hati ini hingga kapanpun jua Karena kau kini disisiku Hingga kelak tangis ini mengering Karena kau yang paling berharga kini di sisiku Meski malam penuh badai berjalan menghampiri Meski matahari hancur lebur, tak mengapa Walau kau tergoda untuk meninggalkanku Walau ku tak mampu mengucap kata Walau takkan pernah ada akhir, Kuakan tetap melangkah. Anata - L'Arc~En~Ciel

Tentram

Aku, yang selalu mencoba damai dengan keadaan Apapun caranya. Damai dengan masa lalu. Damai dengan kenyataan. Damai dengan waktu. Damai dengan semua kenangan. Terimakasih atas semua kesempatan, atas luka, atas kebahagiaan, dan senyuman Jika pada akhirnya  Takdir yang menang Aku hanya bisa bersyukur  Jika pada akhirnya  Aku yang menang Atau 'kita' yang menang? Aku akan berusaha selalu, seperti biasanya. Jadi  Sekarang Aku hanya bisa berdamai dengan semua ini  Biar ikhlas terbentuk dari hati yang dalam Agar bahagia bisa aku raih suatu saat nanti Dengan caraku sendiri. 11/3/17  23:00 #np Adhitia Sofyan - Adelaide Sky

So Sick

Gue nulis ini karena gue udah muak, muak sama semuanya. Sama kehidupan gue, pun sama diri gue sendiri. Maka kekesalan ini gue tuang semuanya disini. Karena gue ga tahu harus bercerita sama siapa, selain sama Tuhan (karena cuma Dia yang paling mengerti kondisi gue kapanpun), dan teman-teman terdekat gue pun ga ada yang mau tahu persoalan gue sampai gue seperti ini. udah hampir seminggu ini (lebih mungkin) gue nangis, entah itu lagi capek, atau hati gue yang capek. Kenapa sih semua orang cuma dateng ketika ada perlunya doang? Itu yang bikin gue muak sampai detik ini. apa mungkin siklus kehidupan seperti itu? Ketika gue ingin bercerita dan berkeluh kesah tentang kehidupan gue, selalu aja disanggah, dan malah mereka yang jadi bercerita.  Terus pertanyaannya, kapan gue bisa berkeluh kesah sama kalian? Apa kehidupan gue ga penting juga? Ketika gue mengalamin kejadian seperti ini lagi, gue cuma bisa diam, dan nangis begitu aja tanpa ada orang yang tau? Gue juga manusia, yang ini berkeluh kes

Thursad

Apa salah? Jika mencintai seseorang, sampai berfikir kebahagiaan hanya didapatkan dari orang yang kita cintai?  Apa salah?  Merasa sedih karena seseorang yang kita cintai tak ada disisi, padahal kita sangat membutuhkannya? Apa salah? Jika kita menangis karena merindukannya, merindukan wajahnya, merindukan tawanya, merindukan apa yang membuat kita nyaman disampingnya? Apa salah? Jika kita selalu mendoakan kebaikan untuknya, tak peduli betapa menderitanya kita ketika ia bersama orang lain yang bisa membuatnya bahagia dan bukan karena kita? Apa salah? Jika kita tak dapat menahan rasa cemburu, amarah, kecewa karena ia bukan milik kita lagi?  Apa salah? Berharap dapat memeluknya walaupun itu yang terakhir kali?  Ya benar, cinta memang tak harus memiliki. Tapi apa salah, memiliki seseorang yang selalu di hati, tak berharap dibalas, tak mau dikasihani. Hanya berharap merasakan kehangatannya ketika mengingatnya.  Air mata ini memang tak ada artinya, ikhlas mengalir. 

Kamu, Sepenggal Setiap Cerita (2)

Kamu, adalah pengisi setiap luka. Kamu, adalah penghangat di setiap dinginnya hati. Kamu, adalah pembawa kebahagiaan diri ini. Hingga aku tak tahu dan tak mau tahu, kamu ada di setiap cerita di kehidupanku selama ini. Dan mungkin, kamu pernah membuat luka disini. Sampai kapan, kau mau mengukir setiap cerita untuk ku? Sampai kapan? Ah iya, ketika selesai kulantunkan doa dan membaca selembar ayat Al-Qur'an kemarin, spontan aku menangis. Hanya mengingat betapa sulitnya dan sedihnya kisah cinta yang kita jalin, namun dengan semua itu aku bersyukur, bersyukur karena dulu kita pernah berjuang berdua. Meskipun akhirnya dipisahkan oleh jarak lagi. Apa aku bosan? Apa aku lelah? Pasti, aku tidak ingin munafik. Aku sudah terbiasa seperti ini, sudah terbiasa tergoda untuk menyerah, untuk pergi, bahkan membenci. Tapi apa yang aku lakukan? Aku masih saja bisa berdiri dengan rapuh. Walaupun jatuh lemas, aku berusaha berdiri lagi, seperti itu selalu. Kamu, yang selalu ada di setiap doa tidu

War

Disinilah aku, menatap dinding yang gelap gulita. Berharap mata lebih cepat menutup. Harap cuma harap. Tapi pikiran dimana-mana. Apa yang salah dengan diri ini? Bahagia? Sedih? Hampir semuanya mendekati. Wahai kepala, kapan mau seperti ini terus? Si hati sudah nyenyak tidur disana. Terlalu banyak ekspektasi yang bermunculan dan tak mungkin semuanya benar. Bahkan salah semua. Maunya apa? Padahal tadi sudah senang-senang dan akan beranjak tidur. Mungkin ini yang namanya menyiksa diri. Lapar pun dilewati. Hanya dingin dan sesak yang setia menemani. Ya, aku tak punya hak atas kehidupan orang lain. Tapi, dimana sumber kebahagiaan yang seharusnya aku punya? Rasanya seperti di penjara oleh keegoisan diri sendiri. Berjalanpun aku tak mampu, apalagi berlari. Apa ini hidup yang aku inginkan sekarang? Apa aku sudah bahagia? Apa itu pertanyaan yang penting?
Ah, selalu saja seperti ini. Entah sudah berapa kali aku mengalaminya. Ditinggalkan, dicampakkan, mungkin juga pernah dilupakan. Karma? Belum tentu. Mungkin ini semua yang Tuhan mau, sampai kapan aku bisa bersabar, berserah, dan berdoa untuk kebaikanku. Aku cuma perempuan yang punya hati, hati yang rapuh, hati yang sudah berkali kali ditambal. Hahaha aku bukannya ingin dikasihani, tapi aku hanya heran saja. Mengapa orang yang aku sayangi selalu saja tiba-tiba pergi dan menghilang, padahal aku tidak meminta apa-apa dari mereka. Yang aku butuhkan hanya keberadaannya, ada ketika aku sedang terpuruk, ada ketika sedang bahagia. Tapi mana? Apa aku kurang bersyukur? Atau cukup keluargaku saja yang membuat diri ini bahagia? Kalau memang begitu, kalau memang itu yang terbaik. Yah sudahlah, mungkin aku pantas mendapatkan ini. Pantas bahagia seperti ini. Mungkin ketika orang-orang datang untuk memberiku kebahagiaan, itu cuma bonus. Setelah itu mereka meninggalkan ku lagi. Seperti yang pernah kuka

Kata

Aku sadar, merindumu tak akan ada habisnya. Setiap hari, kata-kata yang sudah siap berbaris rapih di kepalaku. Untuk apa? Untuk siap berperang melawan kegelisahan yang selalu menancap di dada. Walaupun kamu jauh disana, tak ada suara, tak ada balasan, aku masih disini bersenang-senang dan bersenandung dengan pikiranku, meskipun akhirnya harus mengeluarkan air mata tanda rindu tidak juga dijabah juga, tapi aku bersyukur. Kamu masih menetap dihatiku, yang tak mau tahu apakah kau begitu juga. Jika suatu saat nanti jalan yang kita akan kehendaki berbeda, aku mau kau tahu, mengingat bahwa kau pernah mengisi hati yang setengah kosong ini. Mengisi kesedihan, dan menggantinya dengan kehangatan yang selalu kau berikan untukku. Aku selalu rindu, dimana pernah kita menatap bulan purnama berdua, menatap hujan di malam hari berdua, ciuman di kening ketika sedang berjalan berdua, bahkan senyumanmu pun sudah seperti harta karun bagiku. Apa hal itu bisa kurasakan lagi denganmu? Atau aku tak punya kes

Faded

Mungkin ini termasuk roda kehidupan. Semua orang yang pernah dekat dan menjadi pengisi kehidupan kita yang kosong ini semakin lama semakin jauh. Menjauh karena ada yang lebih baik dari kita, atau jauh karena kehidupan sudah mulai berubah. Dan aku merasakan itu. Satu persatu orang-orang yang dulu selalu mengisi kekosongan di hati ini, berubah memudar. Aku tidak akan memaksa mereka untuk kembali. Toh itu hak mereka. Aku disini cuma berperan sebagai penjamu tamu yang baik. Hanya bisa menunggu mereka datang, dan menjamu mereka sampai mereka pulang. Melayani mereka tanpa pamrih. Menderita? Pasti. Tapi aku hanya bisa belajar ikhlas, selalu mendengar keluhan mereka, cerita mereka dengan kehangatan mereka dengan orang yang baru. Mendengar cerita mereka dengan pengalaman yang baru. Aku disini masih dengan cerita yang sama. Orang yang sama, keluhan yang sama, tak ada yang berubah, yang berubah hanya suasananya. Yang dulu mungkin lebih ramai, sekarang mungkin mereka sudah bosan dengan cerita yan

Depresi

Kita ini apa? Cuma 2 manusia yang tahu kelemahan masing-masing, tahu ketakutan apa yang kita hadapi, tapi kita merasa asing, padahal pernah saling membahagiakan. Siapa dulu yang mulai? Iya, aku juga egois. Tapi jangan senang dulu, bukan aku yang mau seperti ini. sedih, kecewa, marah, depresi apalagi. Mau marah sama siapa? Siapa yang melekat duluan? Seharusnya daridulu aku tak pernah percaya dengan siapapun. Terlalu banyak ekpektasi jadi begini pada akhirnya. Kecewa, terus menyesal dan meratapi salahku dimana. Jangan menghilang seperti ini, kumohon. Apa kau mau kamu, semua ini berakhir dengan kau yang dikalahkan oleh kesedihanmu sendiri? Kalau seperti itu, untuk apa aku sampai menunggu seperti ini? Untuk apa kamu menghabiskan waktu denganku? Kalau kamu menyerah, bukankah itu artinya kamu secara tak sadar sudah membuangku? Maaf sebelumnya aku belum memperingatimu. Kalau sedang kesal aku jadi begini, bilang ini secara langsung ke kamu mana mungkin. Cuma tulisan ini yang mewakilkan perasa