Selalu Ada

Memang, pengalaman yang selalu mengajarkan kita menjadi lebih baik. Rasa sakit yang bertubi-tubi datang mengajarkan kita lebih bersyukur menerima kenyataan. Lebih bahagia dengan keadaan yang sekarang. Karena bahagia hanya kita yang buat, diri sendiri. Sisa masa lalu hanya untuk menjadi bahan obrolan untuk di tertawakan, bukan untuk disesalkan.

Hal itu gue yang rasa saat  ini. Perjalanan gue sebagai murid kehidupan selalu berputar. Iman naik turun. Tapi satu yang gue sesalkan. Kenapa baru sekarang gue bisa menciptakan kebahagiaan gue sendiri? Apakah gue lupa hakikat gue sebagai manusia? Ah, mungkin gue hanya khilaf. Gue pernah dengar salah satu kalimat yang berkata “kita tidak pernah menilai orang yang kita cintai”, yap that’s true. Walaupun dia selalu menyakiti kita, atau membuat hidup kita lebih menderita atau apapun itu, tetap kita menilai dia selalu baik. Melepaskan sesuatu memang tidak mudah, tapi tidak salah kalau memilih bahagia menjadi diri sendiri. Mengikhlaskan apa yang sudah terlanjur terjadi. Mengalir apa adanya. Tak usah mengundang penderitaan yang tak perlu datang. Percayalah, selalu ada hukum timbal-balik. Tuhan Maha Baik, Maha asyik. Apa yang gue tanam itulah yang gue terima. Gue mensugesti diri sendiri untuk hening. Memikirkan kebahagiaan yang gue ciptakan sendiri. Gue bukan egois, tapi dengan cara itu gue bisa bahagia dengan “hakikat” yang sesungguhnya, bukan pura-pura bahagia. Tersenyum karena bersyukur masih ada di sekitar gue, disekeliling gue bahkan alam semesta ini, mendengarkan isi hati gue. Jadi perlahan-lahan mungkin hati gue yang selalu “lubang-tambal” ini kembali pulih. Gue tidak menyalahkan “masa lalu” yang puruk, tapi gue menyalahkan diri gue sendiri karena “kok bisa sampai begitu?”, ah sudahlah.


Menjadi terbuka bagi orang lain, menjadi pendengar yang baik, menjadi pencerita yang bijak. Tiga hal itu sangat wajib ada saat sedang bersama orang yang kita cintai. Sulit memang, tapi belajar menjadi diri sendiri didepan orang yang kita sayangi, tidak salah kan? Meskipun tidak semua hal dapat dicurahkan, asal kita tidak terbebani oleh itu. Belajar menerima diri sendiri, baru menerima orang lain. Belajar mencintai diri sendiri, baru mencintai orang lain. Sesederhana itu. Karena Tuhan Maha mengolah rasa, berhenti menuntut seseorang yang kita cintai. Menuntut untuk mengalih perhatian untuk kita, menuntut selalu ada. Jangan. Biarkan mereka bebas di kehidupan yang mereka sukai. Mengikhlaskan mereka di tempat yang sebenarnya. Jika sudah saatnya mereka kembali, pasti kembali. Kalau memang mereka tidak kembali lagi, tetap jaga sangkarnya untuk dirawat dan disimpan. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Loser

E-Day

Sempit