Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2013

Gatau

Memang manusiawi, kita diciptakan sebagai manusia oleh-Nya, punya perasaan, yang entah letaknya dimana. Bisa itu berupa rasa sayang, cinta, amarah, khawatir, jenuh, dan berbagai macam perasaan yang dimiliki oleh manusia itu sendiri. Karena Tuhan tahu, bahwa makhluk yang satu ini, yaitu manusia, bisa merasakan apa artinya hidup, yang telah Tuhan berikan untuk manusia, yang belum tentu hewan atau makhluk lainnya punya. Kita, sebagai manusia bisa mengambil ‘intisari’ dari berbagai kejadian yang telah kita alami selama hidup dari rahim ibu kita. Entah seberapa ribuan atau jutaan keringat bahkan tangisan yang keluar, karena itu sudah mungkin masanya. Oleh karena itu, jangan merasa bahwa kamu, manusia, merasa gagal mencicipi indahnya dunia ini. Ingat, itu semua bekal kita untuk hidup kekal nanti. Masih ada ‘tangan-tangan’ yang akan membantu kamu untuk mencapai semuanya. Siapapun yang baca blog gue, gue memohon, jangan pernah menyerah. Bisa aja lo yang lagi berada di bawah titik jenuh at

Intermezzo

Miss so much sama blog ini, udah lama gak nulis setelah beberapa bulan. Oke, nulis dalam arti ‘nulis’ ya, bukan nge-post kata-kata yang cuma muncul dalam pikiran dan langsung nge-post, karena itu sisi diri gue yang lain. Jangan bertanya-tanya, mungkin yang punya blog ini punya kepribadian ganda.Oh ya, sekarang hampir seminggu kita puasa bukan? Eh maksudnya disini shaum, kalo puasa itu artinya “menyiksa” ga ngerti itu bahasa mana, dapet dari temen gue kalo shaum itu artinya “menahan diri” sedangkan puasa itu ya tadi artinya. Jadi kita pake kata shaum aja ya. Menurut gue, bulan Ramadhan itu punya arti sendiri, kenangan sendiri di setiap tahunnya. Kalo di tanya kenangan apa ya banyak, dari shaum pas masih TK, madrasah, SMP, SMA, dan sekarang kuliah. Masih inget tahun 2000, shaum kali itu bakal keinget sampe sekarang, yang orangtua gue pun juga inget. Ya gimana gak lupa, waktu itu aja azan zuhur buka kulkas diem diem dan nyomot tape, karena yang ada cuma itu di kulkas, seketika nyokap

Nothing In My Way

A turning tide Lovers at a great divide why d'you laugh When I know that you hurt inside? And why'd you say It's just another day, nothing in my way I don't wanna go, I don't wanna stay So there's nothing left to say? And why'd you lie When you wanna die, when you hurt inside Don't know what you lie for anyway Now there's nothing left to say A tell-tale sign You don't know where to draw the line Well for a lonely soul, you're having such a nice time For a lonely soul, you're having such a nice time For a lonely soul, it seems to me that you're having such a nice time.

Gelap

Di ruangan ini, gelap. Tak ada yang bisa aku lakukan selain membelalakkan mata dan imajipun keluar. Menari-nari lincah bak sudah bertahun-tahun berpengalaman. Mata semakin berat namun tak sedikit pun kantuk yang kurasa. Akhirnya perlahan buliran mata jatuh ke pipi. Bukan itu yang selalu kusesali, namun bersyukur. Karena Tuhan telah memberiku mata untuk melihat, bahkan mengeluarkan kelenjar entah itu antara bahagia, sedih maupun gabungan keduanya.  Tetap, diruangan gelap ini aku tersenyum, menertawakan kelakuanku, menyalahkan diri sendiri. Sampai akhirnya bosan dengan alunan musik itu, akupun tertidur dengan lelap dalam kegelapan.

BUKAN PUISI

Pancaran sinarnya belum pudar Lembut dan menyentuh wajahmu Malam ini, rasa yang semakin berkembang untuk tercipta. Ah, aku bahkan tak bisa menarik kadar melatonin yang terlanjur terbuang karena kuatnya naluri ini Semoga aku baik saja, semoga. Pagi masih terlalu dini untuk dibilang, namun malam sudah terlewat Kafein yang terlanjur menjalar di jantung tak bisa dikembalikan lagi, hanya bisa dinikmati selagi bisa. Alunan jam menunjukkan pukul satu pagi, tak ada yang bisa aku perbuat selain menunggu kadar melatoninku terbentuk lagi. Selamat mengarungi alam indahmu bersama setitik bayangku, sayang.

Kita dan Kopi

Sore itu hujan, entah sudah berapa jam mereka berdelapan duduk di teras atas rumah sang pemilik rumah, di jalan Persatuan. Yaitu Ahmad, Ivan, Klara, Vio, Winny, Andini, Hany, dan Alex, sang pemilik rumah. Hangatnya tawa mereka bercampur bau tanah saat hujan turun, ditambah lagi aroma kopi yang dibuat oleh Hany khusus untuk mereka berenam, karena Vio dan Klara yang tak suka. Mereka memang seperti ini, selalu berkumpul dirumah Alex yang tak jauh dari sekolah mereka. Setelah setengah menit mereka diam karena lelah perut mereka dikocok oleh candaan Andini dan Ahmad, akhirnya lamunan mereka terpecah oleh suara Vio. “Eh gimana kalo kita main truth or dare aja?”suara Vio yang agak melengking mengagetkan Hany yang setengah mengantuk. “Boleh tuh, kita kan udah lama gak main.” Ivan pun mengangguk setuju. “Gue sama Hany gak ikut yah, mau main catur nih.” kata Alex. “Oke oke, gue aja yang mulai duluan ya. T or D?” Vio menunjuk Klara. “Loh kok curang sih? Maen nunjuk gue aja!” Geram Klar