Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2017

Wish

Akan tiba saat aku hanya ingin sendiri. Merasakan nikmatnya dihujani tanda tanya yang belum terjawab. Merasakan rindu yang semakin meragu. Antara ingin merelakan atau pergi begitu saja. Waktu itu kejam ya? Tapi waktu juga bisa menyembuhkan, katanya. Sekarang bukan hanya perkara cinta yang aku resahkan, tapi juga apa yang akan aku bawa untuk 'bekal' kehidupanku nanti. Apa aku sudah cukup baik untuk ini? Ah, hidup saja aku masih suka mengeluh. Kalau aku bisa bongkar pasang hati, pasti tidak akan menyesakkan seperti sekarang. Aku hanya ingin menjaga diri dari egoku sendiri, meskipun akhirnya akulah yang egois. Setidaknya aku sudah berusaha, bukan? Aku hanya ingin damai dengan semuanya, termasuk dengan sisa bayanganmu. Aku hanya bisa berpasrah diri, dengan perasaan ini, karena hanya Tuhan Maha Pengolah Rasa. Kalau nantinya aku bisa 'merelakan', mudah-mudahan tidak ada pihak yang tersakiti sama sekali. Dan kalau nantinya aku dengan terpaksa 'pergi', aku

Tukar Jiwa

Kita tau, tak akan mungkin kita mengerti apa yang orang lain rasakan tanpa menjadi orang tersebut. Cara pandangnya, cara merasakannya. Sisi yang ada pada diri. Maka tak usah heran, jika apa yang aku rasakan ini berbeda dengan punyamu. Jika kita tak bertukar jiwa. Maka tak usah usik apa yang membuat aku bahagia walaupun hanya bisa mendoakanmu dari kejauhan. Maka tak usah pikirkan jika kau tak pernah jadi diriku. Maka tak usah risau aku masih bahagia dengan kesendirian. Karena cuma aku dan Tuhan yang tau rasanya. Aku masih merayu dan meminta di setiap sujud, sadar atau tidak, aku sedikit berharap dan sedikit tegar dengan doaku di setiap sepertiga malam. Di setiap ujung malam, dan di setiap mata ini ingin terpejam. Di setiap desahan nafasku, aku hanya pasrah dengan takdir-Nya, dengan terus berusaha memperbaiki diri walaupun sangat sedikit perubahannya. Karena akan sangat berharga di setiap prosesnya. Mari bersyukur atas jiwa yang telah diberikan, apapun rasa sakitnya, rasa bahag

Pursuit of

Aku suka kopi, karena rasanya jujur. Jujur untuk menghadapi kenyataan. Jujur akan kenangan. Apakah aku terlalu terobsesi terhadap kenangan yang mungkin saja bukan untukku ratapi? Sekarang aku hanya ingin berlari, menjemput kebahagiaan. Tapi aku juga ingin menikmati rasa kesepian yang masih tinggal karena belum saatnya aku pindah. Katanya, yang bisa mengobati hati adalah hati juga. Namun, hati ini kenapa? Merasa tertutup tidak, terbuka juga tidak. Sama sekali aku tak ingin dikasihani, itu hanya untuk orang yang sudah putus asa. Apakah aku normal seperti ini? Semakin lama aku menyentuh langit dan berdoa, semakin luluh aku mengingat semua harapan yang aku gantungkan dan menancap di hati. Sekarang aku berada di fase dimana aku harus membiasakan diri dengan kenyataan, dengan realita yang tak bisa ditebak. Apakah yang namanya kenangan selalu mengganggu? Terbuat dari apakah sebuah kenangan? Aku tidak pernah bisa mengerti mengapa kenangan selalu kembali dan kembali lagi. Kalau mau dibilang juj