Pursuit of

Aku suka kopi, karena rasanya jujur. Jujur untuk menghadapi kenyataan. Jujur akan kenangan. Apakah aku terlalu terobsesi terhadap kenangan yang mungkin saja bukan untukku ratapi? Sekarang aku hanya ingin berlari, menjemput kebahagiaan. Tapi aku juga ingin menikmati rasa kesepian yang masih tinggal karena belum saatnya aku pindah. Katanya, yang bisa mengobati hati adalah hati juga. Namun, hati ini kenapa? Merasa tertutup tidak, terbuka juga tidak. Sama sekali aku tak ingin dikasihani, itu hanya untuk orang yang sudah putus asa. Apakah aku normal seperti ini? Semakin lama aku menyentuh langit dan berdoa, semakin luluh aku mengingat semua harapan yang aku gantungkan dan menancap di hati. Sekarang aku berada di fase dimana aku harus membiasakan diri dengan kenyataan, dengan realita yang tak bisa ditebak. Apakah yang namanya kenangan selalu mengganggu? Terbuat dari apakah sebuah kenangan? Aku tidak pernah bisa mengerti mengapa kenangan selalu kembali dan kembali lagi. Kalau mau dibilang jujur, aku rindu dengan matanya yang teduh, diam yang menyimpan beban dan kebahagiaannya. Tapi, apakah sebuah kenangan itu bisa menjelma jadi sebuah dunia dimana aku bisa mengembara di dalamnya hingga lama kelamaan aku menjadi terbiasa dan tak memperhatikan asalnya? Atau, bagaimana kenangan itu tercipta? Aku hidup dengan bayang-bayang imajinasiku sendiri. Tanpa bisa terjadi dan hanya bisa berharap aku akan tetap waras. Suka atau tidak, itu hanya persepsi. Terima atau tidak, begini cara aku memandang hidup. Meskipun hati ini masih tertutup, setidaknya aku tau aku masih punya harapan, nafas, dan tempat untuk meminta. Walaupun terkadang ego yang menyelimuti pikiran ini masih ada. Datang untuk pergi, bertemu untuk berpisah. Apalagi kalau bukan hal itu? Proses ini akan terus berlanjut sampai aku tak punya harapan dan tempat untuk meminta lagi. Beban ini masih akan terus ada sampai ada yang bisa menggantikan kenangan-kenangan yang aku punya. Aku juga punya sisi dimana logika bisa berjalan dan hanya untuk saat didepan banyak orang. Ketika aku dilanda sepi, semuanya datang. Entah itu kenangan, resah, bahagia, bahkan tentang yang belum pernah terjadi. Untuk siapa pun yang jatuh cinta, bersyukurlah, masih ada tempat untuk menyimpan rasa dan asa tanpa pengecualian, yaitu bertepuk sebelah tangan. Karena hal itu alami tanpa mengharap dibalas.

Inspired by Hendra Purnama (Suwung)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Loser

E-Day

Sempit