Postingan

Menampilkan postingan dari 2018

Perspective (2)

Halo. Aku gak tau aku lagi depresi atau engga. Aku sebenarnya gak butuh apa-apa, hanya raga yang Tuhan kasih yang belum bisa aku amanahkan. Aku cuma bingung, sampai kapan aku berada disini? Hanya menumpang di raga yang bahkan aku gak bisa jaga. Banyak sekali diluar sana yang bisa jadi sumber bahagia. Tapi menurutku tidak. Yang ada hanya orang peduli sama diri mereka sendiri. Apakah aku tetap bertahan hidup sampai tua? Apakah aku besok masih bernapas? Apakah aku akan sempat merasakan namanya pernikahan? Apakah aku boleh berharap? Hanya kepada Tuhan? Apakah aku boleh tak percaya dengan seorang pun? Apakah aku boleh mengeluh?

Perspective

halo, aku adalah sisi kekanak-kanakanku. dimana aku mau semua imajinasiku harus diubah menjadi nyata. diubah siapa? aku sendiri pun tak tahu. makanya seringkali aku menangisi hal yang tak mungkin terjadi. sampai akhirnya sisi kekanak-kanakanku letih dan tidur untuk sementara. halo, aku adalah sisi akalku. aku hanya ingin diriku menjalani kehidupan sesuai dengan yang semestinya tanpa drama, hanya logika dan rasional  sampai akhirnya aku marah dengan ketidakjelasan hidup bahkan satu jam dari sekarang. akhirnya aku menghempaskannya tanpa melihat alasannya. karena alasan yang irasional itu. halo, aku adalah sisi rasaku. aku hanya ingin sisi kekanak-kanakan dan akal selalu bersamaan seiring berjalannya waktu. tapi mengapa mereka selalu absen dan tidak menginginkan aku yang rapuh ini? apalah aku ini, cuma titipan yang Tuhan titipkan dan hanya berharap yang terbaik. aku memang sering terluka, bahkan kebal dengan segala macam trauma yang menggores di hati. t

Candu.

Baru juga satu bulan gue absen dari menulis, lebih delapan hari tepatnya, kok rasanya ada yang mengganjal ya? Padahal aktivitas gue biasa saja, lebih banyak menganggur. Overthinking terhadap sesuatupun sekarang berkurang, lebih banyak melihat dunia nyata kalau lagi diluar rumah, melamun apa yang bisa dilamuni. Sosmed pun juga ga sampai berjam-jam. Baca buku kalau mood dan fokus. Beberapa minggu ini kepala gue rasanya sakit, migrain, makan yang asin bisa dibilang jarang. Makanan yang manis juga tentu gue batesin, tahu diri sih kecuali mood swing ketika bulannya datang. Baru sadar ketika ada yang kurang. Gue belum nulis. Ternyata menulis itu candu ya. Gak peduli siapa orang yang baca, apa reaksi orang terhadap tulisan kita, bukan cuma menulis sih, sebetulnya gue sangat ingin sendiri, benar-benar hening, gak ada suara apapun di rumah, tenang tentram, karena hal itu gak bisa gue dapatkan semenjak adik gue yang paling terakhir sudah masuk SMA. Nyokap gue sepertinya paling over posesif

Makanya

Kepalaku ramai sekali, padahal udaranya sepi Makanya aku putar lagu Aku menghela napas, hidup ini unik sekali ya Kita tak bisa memilih jalan hidup, mau sesusah dan seberdarah apapun merangkak Yang memang bukan milik kita, lambat laun akan pergi Makanya aku belajar untuk selalu sadar Bahwa setiap yang aku punya tiada yang abadi Makanya aku harus selalu waras Agar batin ini tidak melulu sakit Kalau ada yang tanya Kenapa kamu masih bertahan sih? Ya mana kutau, ingatan kan berjalan berdampingan dengan kehidupan Aku mungkin ikhlas, tapi ingatan itu masih dan tetap akan ada Sampai lobus frontalis ini tak berfungsi, baru aku bisa melupakan. Makanya aku belajar menerima diri yang selalu ada kekurangannya

Kini

Disaat kamu merasa engga punya siapa-siapa Atau bahkan engga ada yang peduli denganmu Kamu kalut Benci Dingin, sepi Malu Energi negatif yang terus masuk Sampai hatimu tertutup Kenapa aku seperti ini? Jangan pernah salahkan orang lain. Salahkan dirimu sendiri, kamu yang buat akhirnya jadi kalut. Teriaklah kalau memang perlu teriak Sampai kamu puas berlinang air mata Tak ada yang menyuruhmu berharap tinggi Berharap yang tak pasti Pikiranmu yang selalu kedepan dan kebelakang Sampai dirimu lupa, kamu seharusnya ada disini Kewarasanmu hampir teralihkan oleh fana Sadarmu yang harusnya disini sekarang Berbahagialah meskipun kamu disingkirkan Bersyukurlah meskipun tak ada yang mau mendengarkan Berdirilah disini Diam Dan ingat bahwa dirimu yang disini menginginkanmu Tetap damai

Myself

Gambar
Perjalanan tentang cinta bertahun-tahun lamanya, mengajarkan saya untuk tetap tidak berharap pada seseorang. Meskipun ia orang yang selalu ada, bahkan di mimpi sekalipun. Pada akhirnya saya akan sendiri. Termakan waktu. Penyesalan yang sudah kedaluwarsa, hingga semuanya tentang diri saya sendiri. Apa saya sudah tidak percaya dengan orang lain? Tentu tidak. Karena saya tahu dan saya merasa, sudah tidak ada gunanya lagi memberikan sepenuhnya kesetiaan ataupun cerita saya yang tidak penting ini. Rendah diri selalu menyerang batin saya. Apa yang sudah saya berikan selama ini dan doa yang sudah saya panjatkan untuknya juga berakhir menggantung karena saya sendiri pun setengah-setengah. Air mata yang bukan untuk siapa-siapa, hanya untuk diri saya sendiri karena saya ingin. Rasa memiliki, kehilangan, kecewa, bahagia, merana, semuanya bagaikan angin lalu. Sekarang saya sendiri. Belajar menyayangi diri sendiri. Belajar memeluk keadaan yang apa adanya ini. Belajar sadar penuh, meskipun ma

CERITA DI MEKARJAYA (1)

Gambar
Karena terlalu sering posting tentang puisi atau cerita absurd, disini gue akan menceritakan pengalaman dan kenangan selama praktik belajar lapang di desa Mekar Jaya, Banten. Sebenarnya banyak banget hal yang terjadi disana, mulai dari pribadi yang gak saling kenal sama sekali sampai gue belajar menerima kekurangan disetiap masalah yang ada. Awal pembagian kelompok Desa, jujur gue hanya tau muka mereka dan juga beberapa anak yang gue kenal. Secara kelas gue dimana-mana mereka tau gue, terkenal sebagai orang yang jutek. Bisa dibayangin ga tuh, udah belasan orang yang bilang gue seperti itu. Oke skip. Saat kumpul kelompok untuk persiapan kesana, ya hanya diskusi lewat chat, selebihnya ketemu sekedar.... (Lupa disini ngapain), belum ada chemistry. Cielah. Berangkatlah kami ke Desa masing-masing. Bersyukur sujud gue dapet desa yang letaknya berdekatan dari rumah ke rumah. Masih belum terlihat chemistry atau tanda PBL ini bakal berjalan dengan lancar

Wonder

Tak ada asa pun kuasa Baik dan buruk pun sama saja Takut dan menjadi pahlawan dilakukan juga Perang melawan hati dan pikiran Ragu apa yang mau dilakukan Hati ini mulai goyah lagi Terombang ambing tak tahu tujuan Karena masa depan bukan hal pasti Tapi tetap harus berjalan kedepan Apa lagi yang harus kuakui? Perjalananku begini-begini saja Asam manis garam pahit kehidupan yang belum setengah kurasakan Takut di kehidupan selanjutnya tak punya bekal Untuk apa aku hidup? Untuk apa aku bernapas? Hanya dengan Mu aku bisa tenang Manusia lain silih berganti Datang dan pergi Membawa kenangan baru yang diukir Setelah itu berlalu Tanpa ada peduli juga ucap berpisah Apa aku harus mengikuti jalan yang seperti ini?

Null

Lagi fasenya hambar soal asmara. Bukan karena gak ada seseorang yang mendekati atau bahkan 'gak laku'. Tapi memang udah lelah berhubungan dan akhirnya berpisah. Ya gue tau, setiap pertemuan pasti ada perpisahan. Sudah paham betul tentang itu. Dimulai dari awal lagi, hela nafas terus jadinya. Pupus harapan juga bukan, tapi rasanya gue hanya berjalan di suatu garis lurus dan seperti tak ada ujungnya. Bodohnya lagi gue tetap berjalan dan tak peduli beratnya bayangan yang gue bawa dibelakang. Gue tetap bisa tertawa dengan siapa saja. Tetap bersinggah berteduh ke siapa saja. Meskipun udah gak ada siapa-siapa lagi pun gue tetap tenang. Karena pada akhirnya gue akan meninggalkan dunia ini dalam keadaan sendiri.

Pendek

Aku tahu, manusia adalah tempatnya salah Manusia pernah berbuat dosa Manusia sering lupa Manusia pernah khilaf Pernah iri, dengki dan benci Tapi aku tahu, manusia sebenarnya dilahirkan dengan suci dan penuh kebaikan Punya rasa simpati Kadang empati Dermawan Penuh kasih sayang, cinta Punya rasa sabar Aku bertanya-tanya, apakah aku sudah cukup baik untuk diriku sendiri? Apakah ini rasanya kehilangan seseorang yang dekat? Dulu, aku pernah kehilangan namun waktu itu aku belum bisa membuat kenangan diriku sendiri. Rasanya sesak, membayangkan dia yang pernah menghabiskan waktunya walau hanya sehari saja. Mengingat perbuatan baiknya yang sampai sekarang membuat sakit kepala. Apa seperti ini rasanya? Aku sangat belum siap untuk ini. Aku harap aku duluan saja yang meninggalkan mereka. Mataku panas, emosiku hampir meledak, ya Tuhan kenapa seperti ini rasanya? Hampa, susah untuk mengatur napas sendiri. Waktu terus berjalan, naif bila aku terus berada dalam

Fun

Sudah 6 tahun lebih gue menulis di tempat ini. hanya ini yang menemani perjalanan selama selepas gue SMA, menjalani kehidupan perkuliahan, proses pendewasaan, keputusan, segala drama percintaan dan bumbu-bumbunya. memang menjadi diri sendiri asik ya. tanpa penilaian orang lain, meskipun ada yah, i guess itu hanya ujian gue untuk lebih jujur dengan diri gue sendiri. apakah gue nyaman seperti ini? nyaman apa yang gue lakukan? nyaman dengan keadaan yang seperti roda yang berputar. kalau dilihat lagi, kehidupan gue ya biasa aja. mau digambarkan seperti novel roman murahan atau kisah yang sangat elegan apa pun itu, harus gue jalanin. karena dari awal dan mungkin sudah diketahui, gue orangnya yang suka kesendirian, nyaman tanpa orang-orang disekeliling, bukan berarti gue tidak butuh kasih sayang atau sekalipun bantuan orang lain. gue hanya belum menemukan sosok yang lebih membuat gue nyaman untuk menjadi diri gue sendiri, maklum dengan hobi yang aneh, mungkin gue terlihat seperti antisosial

Let

Ndak ada kalimat spesial yang muncul di pemikiran gue saat ini, paling ya gue merasa gue yang dulu dan sekarang belum terlihat jauh berbeda. Karena pengalaman yang mungkin begitu pahit untuk diingat dan semua terjadi seharusnya ga perlu dibahas lagi. Peduli atau ga peduli juga bukan urusan gue. Gue yang sekarang pun terpaksa menjadi arogan seperti ini karena keadaan, mungkin biar kedepannya pribadi gue bisa lebih konsisten. Konsisten terhadap keputusan gue sendiri sebelum pada akhirnya bisa berkomitmen nanti. Mengubah sedikit pandangan atau persepsi tentang orang pun gue lakukan. Biarlah dia atau mereka melakukan ini ke gue atau terserah, pasti ada alasannya kan. Tentu mereka punya tanggung jawab atas apa yang udah mereka lakukan dulu. Gue ya gue, ini pemikiran gue. Kalau memang ga sejalan yasudah, baik buruknya dimana, daaaaan gue berusaha mementingkan musyawarah. Tapi dengan kejadian yang sempat menimpa gue dulu gue rasa udahlah, mau diapain juga udah ga bisa diperbaiki lagi. Terlalu

Percaya

Seperti biasa, gue nulis cuma kalau ada unek-unek saja. Halah pembukaan macam apa ini, basi kali. Udah gue pendem selama kurang lebih 2 minggu ini. Disaat gue baru tau cerita temen-temen seperjuangan gue dikampus. Gatau gue harus berekspresi apa, disitu gue down, yes dengan semua keluhan gue yang seperti upil itu, gak sebanding dengan cerita mereka yang bisa dibilang ‘kok Allah gak adil ya, jahat banget’. Karena gue yang seperti ini, selalu flat, menutup diri, idc semua orang-orang berekspresi apa di depan kamera mereka, selalu memikirkan nasib sendiri. Yha aku egois, aku terlalu jahat, aku memang begini, gak bisa berbuat apa-apa, tertawa padahal ingin menangis. Poker face mungkin? idk. Cerita saat salah satu temen gue yang gagal dalam pernikahannya padahal belum ada 1 bulan, lalu yang pernikahannya terancam diundur karena terhalang oleh turlap ke desa dari kampus, yang terhambat karena biaya pengobatan biaya kuliah dan restu ibunya juga karirnya, yang silaturahmi terputus karena san

Gelap

Setiap orang punya kegelisahannya sendiri. Setiap orang punya masa lalunya sendiri. Setiap orang punya sisi gelapnya sendiri. Yang tak ada seorangpun tahu. Tak ada siapapun bisa merasakan kecemasan orang lain. Berdebat dengan diri sendiri. Terbahak-bahak dengan imajinasi sendiri. Khawatir dengan fantasi yang dibuat sendiri. Semua hanya tentang mengalahkan diri sendiri. Tertutup dengan apa yang terjadi. Tak mau seorangpun tahu, karena mungkin itu yang terbaik. Tak ada satupun yang bisa mengerti. Kecuali diri sendiri. Hanya bisa berkelahi dengan ego dan nafsu sendiri. Buat apa orang lain tahu? Apa untungnya? Itu yang selalu aku rasa. Harus merangkai sedemikian kalimat untuk diungkapkan. Memeluk rasa takut akan kesepian, akan kehilangan. Sampai semua hal itu menjadi terbiasa. Terbiasa untuk menjalani tiap detik dengan kesendirian. Aku hanya cocok jadi pendengar, bukan orang yang mau didengar.. Apa mungkin aku bisa mencurahkan semua, semua cerita ini, yang ada di blog

Sempit

Mungkin seiring berjalannya waktu semakin kesini gue hanya memikirkan diri gue sendiri. Dalam arti ya hampir masa bodo apa yang orang bilang. Berbuat apapun yang gue suka, tanpa merugikan orang lain tentunya. Banyak kejadian yang membuat gue harus bersikap seperti itu. Misalnya aja, gue diumur sudah 'ideal' untuk menjalani hal yang lebih serius, tapi gue masih belum lulus kuliah, belum dapet kerjaan. Masih tinggal sama orang tua, bla bla bla. Disaat teman-teman gue sudah berkeluarga, sudah sukses dan punya karir baik, gue masih kayak gini-gini aja. Sebenarnya gue engga peduli dengan hal itu. Toh gue engga akan dapat apa-apa kalau gue memikirkan hal diluar kuasa gue, memang apa untungnya? Disitu gue merasa bangga akan diri gue sendiri bahwa gue engga perlu mencampuri urusan orang lain, toh yang menjalani hidup ya mereka sendiri, sudah dikasih perannya masing-masing. Kalau ini memang seperti apa yang gue harapkan saat gue pernah punya sumpah serapah bahkan hampir mengutuk gue sen

Tidur

Rasanya masih berkecamuk di hati Hanya aku seorang diri Melawan ketakutan yang tak mau berhenti Padahal aku ingin bangun pagi Menyesap embun pagi Apa saja yang membuatku percaya diri Sekarang mungkin aku mengalah Dan aku lelah Memang kalau sesuatu yang dipaksakan itu Hasilnya akan...yah... Bukan sekarang, aku tidak menjamin Tapi Tuhan sudah merencanakan itu semua Merelakan bukan yang seharusnya aku punya Ikhlas... Beribu kali aku coba agar kata itu terpatri di dada Sekarang, pikiranku melanglangbuana Terhalang di putaran dan terus berputar Pecundangkah aku ini? Yah terserah. Aku memang payah. Menangis pun kalau sedang kalut. Mana pekamu? Kebanyakan berkhayal nol perbuatan. Cuma ingin tidur sampai alam bawah sadar ini tenang, tapi apa bisa? Oke, ini bukan hal yang aku inginkan, tapi aku butuhkan. Puas? Arrrrrgh, bejat semuanya, bangsat! Sebenarnya aku tak mau kalah dengan diriku sendiri Jatuh, bangun, apalagi yang sudah ku butuhkan? Aku butuh suasana itu, saat ak

TIME KEEPER

Usia gue yang tidak remaja lagi, membuat setiap kejadian yang gue hadapi dengan cara yang sesuai dengan logika dan rasional. Tapi itu semua engga memungkinkan gue sama sekali engga pake perasaan. Tetap ada hal yang gue mementingkan perasaan, urusan hati. Ya, gue terima kenyataan kehidupan yang gue jalani sekarang, ada tapinya, masih ada urusan yang belum gue selesaikan sampai sekarang. Gue berusaha sebaik mungkin agar jangan sampai terbawa suasana dan emosi kalau gue belum terima atas takdir yang ada. Kalut pasti pernah ada, mungkin alam bawah sadar gue punya sinyal untuk segera menyelesaikannya. Tetap aja, waktu yang belum tepat untuk itu. Tapi kalau Allah memang mengizinkan menghapus bersih semua hal yang membuat gue selalu bermimpi dan batin yang terus menerus menyuruh untuk menyelesaikannya, gue angkat tangan. Selalu ada jalan kalau mau berusaha. Benar ya ada kalimat, balas dendam terbaik adalah menjadikan diri kita lebih baik [Ali bin Abi Thalib]. Gue tidak mengatakan gue sudah b

Rendezvous

Mungkin aku yang berlebihan, mengharap tanpa tahu akhirnya akan menjadi seperti apa Mungkin aku pantas mendapatkan ini, karena dulu aku pernah melakukannya Jadi aku tak heran jika sekarang aku tidak penting bagi siapa-siapa, bahkan bagimu. Rasanya ingin tidur dan melupakan semuanya. Sakit. Dada ini sakit saat mengingatmu. Mendoakanmu. Kamu dulu memang memberiku segalanya, sampai aku lupa aku tersenyum untuk siapa. Tertahan rasa benci ini, karena percuma bayang-bayang mu hampir punah Rasa hangat ini pun menggantung, memeluk embun yang sudah membeku Kenapa orang-orang bisa berubah, namun tidak dengan kenangannya? Pertanyaan yang tak akan bisa terjawab oleh siapapun. Aku buat puisi melantur ini agar aku ingat betapa aku tersiksa akan perasaan ini. Tak berhenti jantungku berdetak kencang mengingat semua impianku yang telah kau kabulkan. Bagai pahlawan, pahlawan kesiangan Impianku yang ingin melihatmu setiap pagi dan malam sepanjang hari membicarakan hal yang gila denganmu seka

Try

Sebuah tulisan tentang ketidakpastian. Karena ada yang percaya bahwa masa depan itu tidak ada, hanya masa kini. Sekarang, aku hanya rindu dengan kenangan tentang kamu, bukan dengan kamu yang nyata.  Memang senang rasanya bila kamu ada disini, membagi senyuman hanya untukku. Tapi, bayanganku jauh lebih indah daripada kenyataan. Dan aku masih bahagia terjebak di dalamnya. Kamu mungkin telah bersenang-senang dengan apa atau siapa yang membuatmu bahagia. Aku tak peduli, aku hanya peduli dengan pikiranku sendiri, dan imajinasiku. Egois, ya itu aku. Tapi apa kamu peduli dengan aku yang mencoba berdiri mandiri tanpa siapa-siapa? Kalau itu untuk kebaikan diriku sendiri, buat apa mencoba datang dan pergi? Mau kamu apa? Mau buat pintu ini rusak? Terlanjur, sudah rusak dan aku sedang menahan ya agar tidak jatuh dan hilang ditelan bumi. Susah payah aku perbaiki pintu ini sendiri. Syukur aku masih mau berdiri dibelakangnya. Kalau tidak, entah apa yang akan terjadi. Yasudah, berkeliaranlah sejauh

ˈsärˌkazəm

Apa ya, saat ini gue resah. Pokoknya galau, bukan cuma galau masa depan gue. Tapi galau dengan masa depan pemikiran orang-orang. Termasuk pemikiran gue sendiri. Mungkin sekarang karena sosial media yang sudah lebih canggih dibandingkan dulu. Coba lihat Ins*agram, semua orang tiap detik tiap menit atau tiap waktu pasti update story, ya memang gue juga seperti itu sih. Cuman kalau mau dilihat lagi, orang-orang seperti bangga memperlihatkan aibnya sendiri. Bukan hanya di aplikasi itu, banyak aplikasi lain yang lebih parah lagi. Dan kusemakinresah kalau melihat perkembangannya. Sepertinya gue kurang hiburan jadi punya pemikiran ini. Orang-orang dengan frontal memperlihatkan kemesraan dengan lawan jenis yang bukan mahramnya (ini karena bukan gue iri melihat mereka2 lagi jalan-jalan atau gimana) sangat disayangkan aja sih, mengumbar hal yang kurang bahkan enggak baik sama sekali. Oke, that's what yang mereka ingin 'kasih lihat' dan merasa senang setelah update itu. Gue kurang bah

Kopi Terakhir

Semua hal dalam kehidupan yang kita jalani, tak terasa membuat kenangan Tanpa dibayangkan, itu jua terlewati Orang-orang berubah, silih berganti datang dan pergi Menikmati rasa indah, sakit, dunia yang hanya sekedar bercanda Membuat kenangan yang baru, mengubur kenangan yang lama, yang usang Disiram dengan jiwa yang tenang dan tentram Terima dengan lapang dada dan senyuman Bukan, bukan yang terakhir Karena semuanya adalah permulaan Permulaan bagi kita untuk hidup yang abadi Kuminum kopi terakhirku, bersama kenangan yang lapuk Untuk menikmati harapan yang kandas Untuk menghadapi kenyataan yang mengambang Untuk bernafas dengan keikhlasan Diikuti berjalan dengan roda kehidupan