Postingan

Menampilkan postingan dari 2015

Mungkin

Mencintai dan membenci. Apa yang kau tahu arti dari kedua kata itu? Sebenarnya ada hal yang aku ingin aku utarakan disini. Bahwa mencintai dan membenci itu tidaklah sama, dan juga sama. Maksudnya? Baik, akan aku jelaskan. Mencintai itu artinya, kamu memberikan apa yang kau punya kepada orang yang kamu cintai, termasuk waktu, bahkan diri kamu sendiri, sampai kau lupa apa itu cinta, memberi tanpa perlu diminta, mengikhlaskan dia menjadi milik orang lain, karena dia bahagia, dengan kau cukup mencintainya. Tak peduli perasaanmu itu menjadi sakit atau diabaikan olehnya, kamu hidup sendiri atau dengan kenangan yang pernah kau lakukan bersamanya. Kau merasa cukup. Sedangkan membenci? Kalau dipikir lagi memang tak ada bedanya, yang membedakan hanya saja membenci itu kau mempunyai kenangan yang buruk tentangnya dan kau tidak bisa menerima kenapa hal itu bisa terjadi, sampai kau terus bertanya-tanya, semakin dalam kau terjebak dengan perasaan bencimu itu. Menyerah karena jawabannya belum ka

2 November.

Akhirnya hujan turun, setelah sekian lama tanah mengering, mengemis dan meminta kepada semesta agar hujan mau datang memeluk tanah. Disini, aku yang tanpa arah dan tak tahu harus bagimana. Ah, aku rindu suara itu, suara dimana semesta menari menumpahkan air dari atas untuk memakmurkan bumi. Aku rindu padamu, hujan, dan angin yang selalu berhembus ke hati yang kosong, mengisi ruang yang tadinya hampa  dan sekarang kembali hangat. Aku ingat semua kenangan tentang hujan, bagaimana kita dipersatukan waktu itu, semuanya karena hujan. Apa kau ingat juga? Tapi sekarang, kenangan itu hanya bisa aku bungkus dan simpan dengan baik dan rapi di kotak sepatu ku agar tidak rusak dan awet untuk aku (atau kita?) Ceritakan kepada anak cucu nanti. Yang bisa aku lakukan untukmu yang sekarang entah dimana, aku hanya bisa mendoakanmu, agar kamu baik-baik saja, dan selalu ingat bahwa hujan ini adalah salah satu bukti "kita" pernah ada.

Dear God

Bersabarlah, bahwa segala sesuatunya sudah direncanakan dan ditentukan... Bersabarlah, dan yakin pada hati kecilmu Jangan bersedih, karena semesta selalu ada untukmu berbagi rasa Jika terlanjur, jangan tunjukkan itu kepada orang lain Melainkan hanya kepada Sang Penguasa Yang Maha Segala-galanya. Hanya kepada-Nya kamu bisa mencurahkan Semua amarah, tangisan, keluhan, kesedihan, bahkan permintaan apapun Tetap ingat, selalu berbuat baik kepada setiap umat meskipun kamu diperlakukan tidak adil Terkadang hidup memang kejam, tapi jangan pernah sekali-kali menyalahkan hidup Juga jangan salahkan dirimu sendiri kenapa terlahir di dunia ini. Tahan emosimu, dan  keluarkan semua apapun yang kamu rasa Rasa benci, dengki, sedih, dendam, semua menjadi satu dalam air mata Bayangkan kamu sedang dipeluk dengan kasih sayang-Nya... Dan disitu, berdoalah sebanyak-banyaknya, agar kamu selalu diberikan apa yang kamu butuh, bukan yang kamu inginkan.....

Self-Reminder

Hai, halo, Assalamualaikum. Selamat malam semua. Malam ini gue mau nulis, daripada isi otak gue terbuang sia-sia dan ga disalurin. Dan supaya tidur gue malam ini tenang juga. Seharian gue gak ada kerjaan selain nonton anime, tidur, nonton lagi. Gue kepikiran untuk nulis.  Gak usah panjang lebar lagi. Apa yang kalian pikirkan pertama kali tentang hidup? Menyenangkan? Menyusahkan? Atau flat aja? Yang pasti semuanya pernah kalian rasain. Kalau selama ini kalian merasa flat atau menyusahkan atau bahkan merasa menderita, mungkin kamu kurang piknik. Hehe. Bercanda. Ya memang begitulah, gue disini bukan sok mau menceramahi ya, karena kondisi gue juga sekarang bisa dibilang sedang dalam titik jenuh. Udah 2bulan lebih (bahkan udah ganti bulan lagi) nganggur, udah ngelamar sana sini. Pokoknya jadi pengangguran itu gak enak. Udah keputusan gue sendiri untuk bekerja dulu, sekiranya kerjaan gue nyaman dan betah, 1 tahun lagi gue lanjut kuliah. Ada rasa pesimis, negatif thinking, bahkan nyerah, a

Tetap Dalam Jiwa

Akhirnya purnama datang lagi. Hal yang paling aku tunggu, bukan hanya sinarnya yang indah, tetapi tersimpan sejuta rahasia yang ada pada dirinya. Cantik, cantik sekali. Angin yang dingin sekali pun tak menyurutkan niatku untuk melihatnya. Hanya saja jarak yang memisahkan aku dan bulan. Namun sinarnya yang membuatku tetap dekat dan hangat. Sehangat pelukan yang engkau berikan padaku dengan tulus dan penuh rasa cinta. Kita memandang purnama di tempat yang sama sebelum musim kemarau datang. Dan kini, rumput yang telah menguning dan hampir habis di makan sinar matahari menunggu kita untuk kembali menatap cantiknya purnama. Tapi kapan? Entahlah. Jawabannya adalah 'akan tiba waktunya'. Terimakasih, yang telah menemaniku menatap purnama yang luar biasa membuatku selalu takjub. Perasaanku masih sama terhadapmu, sama ketika engkau tersenyum menatap purnama, juga ditemani bintang-bintang yang ada disekelilingnya. Akan kutunggu 'waktu yang tepat' agar kita bisa menikmati sinarnya

Balada

Maaaaak! Aku tak tahan lagi dengan sikapnya dia itu. Sudah dingin, tak acuh lagi. Rasanya ingin ku hapus semua ingatan ku tentang dia. Rasanya ingin ku hajar dia sampai puas. Tapi apa daya mak, aku hanya seorang gadis lemah yang tak bisa apa-apa, bisanya hanya menangis saja. Pura-pura tegar didepan banyak orang, padahal rapuh di belakangnya. Sudah sakit-sakitan pulak. Apa cuma aku saja ya mak yang begini nasibnya? Entahlah itu mak. Aku hanya bisa mengingat semua kejadian pahit itu, memang dulu ada manis-manisnya, tapi bah, sekarang boro-boro mak. Banyak yang tertarik sama aku mak, tapi sepertinya cuma penasaran di awalnya saja, sisanya busuk semua. Akulah yang dapat getahnya, lengket mak, lengket. Duh apa semua lelaki macam itu ya mak? Tapi mamak bisa kok bisa ya sampai sekarang bertahan sama baba? Mungkin banyak hal yang aku gatau ya mak, kisah dan perjalanan kalian mengarungi rumah tangga lebih dari seperempat abad ini. Tapi aku bersyukur mak, aku masih kuat berdiri sampai sekarang

Unwritten

Apakah semua ini harus aku terima? Mungkin ini karma? Apa jalan yang telah aku ambil salah? Apa aku salah untuk bahagia dengan cara yang aku pilih? Jadi salah siapa? Salah Tuhan? Salahku? Aku hanya bisa terdiam dan menangisi yang telah terjadi. Berdoa agar semuanya bisa menjadi lebih baik lagi kedepannya. Entah kapan doa itu didengar-Nya. Apa aku pantas mendapatkan ini?

Mati Rasa

Aku mati rasa. Tersesat dengan kaki yang beku. Kebingungan karena buta. Meraba-raba setiap ujung jalan untuk mendapat cahaya. Marah pun aku tak bisa. Hanya bisa memendam rasa sesak di dada. Berteriak pun bisu. Tak bisa kemana-mana. Aku mati rasa.

Bandung!

Gambar
Sebenarnya ga ada yang spesial sama tulisan gue kali ini, hanya ingin menulis cerita gue ketika.. Bisa dibilang dadakan, bukan liburan, tapi emang lagi nganggur ga ada kerjaan dirumah, cuma nunggu panggilan kerjaan, dan yah hati, pikiran jiwa dan raga juga udah penat. Gue pergi ke Bandung, 3 hari yang lalu. Dadakannya itu lucu, awalnya gue dan sepupu gue yang lagi mantengin TV, ada acara gatau namanya apa, liat lagi nayangin tempat wisata di Bandung, namanya Tebing Keraton. Tiba-tiba gue nyeletuk, "Wih keren tuh, jadi pengen kesana." dan sepupu gue langsung jawab, "Ayo yo mbak, kesana!" setelah itu besok siangnya kita langsung berangkat. Memang yang dadakan itu selalu jadi. Dari Jakarta gue naik travel dari Sarinah, setelah ngaret setengah jam kita berangkat. Emang dasarnya kebo atau kecapean, gue pules di bus. Merem melek, hampir ga ngobrol sama sepupu gue saking ngantuknya. Nyampe di Bandung sekitar jam 5, di jemput sama supir (re:temennya sepupu) kita la

END OF STORY

Dari judulnya aja udah ketahuan, he he. Ibarat dongeng yang kalimat awalnya "Pada suatu hari" dan ditutup "Pada akhirnya" bukan? ya seperti itulah kehidupan, ada pertemuan dan ada perpisahan. Selalu seperti itu, gak mungkin kan bertemu atau terpisah terus (apa sih). Sok puitis banget ya ini tulisan. Padahal mah aslinya udah gak karuan pikiran gue. Tapi beginilah cara gue menulis, harus gue saring kalimatnya agar yang membacanya juga ga terlalu terpengaruh dengan tulisan gue. Sebenarnya gue juga bingung apa yang mau gue tulis, karena rasanya pikiran gue makin kacau kalau ga gue tumpahin disini. Bener juga ya kata Om Paulo Coelho "Tears are words that need to be written" , kalimat yang menjadi panduan gue ketika gue sedang galau (21 masih aja galau, hmm). Ya memang sudah terbukti sih, apapun perasaan lu sekarang, tulis. Tulis entah itu diatas kertas, didepan laptop, pokoknya tulis. Karena disitulah perasaan lo dituang, dan setelah lo menulis, ada perasa

End Of The Rainbow

Seiring berjalannya waktu, kita tumbuh di mana permasalahan yang datang membuat kita dewasa, atau malah membuat kehidupan semakin kacau. Diantara dua pilihan itu, mungkin pilihan kedua yang datang ke kehidupan gue. Gue, seorang 21 tahun yang baru lulus menyelesaikan kuliah, sedang menjalani hubungan dengan, yah bisa dibilang 'lebih dari seorang teman', awalnya hubungan gue baik-baik dan gue nyaman menjalaninya. Sampai dimana tembok penghalang itu  muncul, membuat hubungan gue dengan dia bisa dikatakan sedikit renggang. Ya, tembok penghalang itu dinamakan 'restu'. Apa salahnya gue menjalani kehidupan gue sendiri tanpa pihak ketiga keempat bahkan kesepuluh sekalipun? Menjalani apa yang harus gue jalani, tanpa adanya tekanan dari internal. Apa gue ga berhak bahagia dengan cara gue sendiri? Kenapa mereka ga mau memberi gue kesempatan untuk memilih jalan hidup gue sendiri? Apa ini bagian dari rencana Allah buat gue? Semua pertanyaan itu ga ada yang bisa jawab, ga ada.

Ada

Wah, udah berapa bulan gue ga nulis yah. Alhamdulillah keadaan gue sekarang ini baik (ga ada yang nanya sih), sidang udah selesai, tinggal wisuda dan cari kerja yang pas.  Belakangan ini gue dibuat galau, bukan karena cinta sih. Tapi karena gue harus milih prioritas kemana gue harus melangkah buat masa depan (cinta juga termasuk, tapi belakangan deh) antara lanjut kuliah atau full kerja. Sampai dibuat nangis gara-gara ini. Jujur gue orangnya kepikiran, cengengan, ah pokoknya labilan deh. Banyak hal yang harus gue hadapi sekarang ini, dan resikonya pun juga gak sedikit, makanya gue sering labil dan dibuat nangis kayak gitu. Tapi kok gue gak kurus-kurus ya? Oke lanjut, ada aja masalah bertubi-tubi dateng di kehidupan gue baru-baru ini. Dibilang masalah sih gue ga menyalahkan hidup, tapi ya karena terlalu cepat terbawa perasaan sehingga pada akhirnya gue menangisi diri gue sendiri. Kenapa gue sampe bisa kayak gini? Kenapa gak kayak gini? Kenapa yang gue pengenin malah sebaliknya?

Thinking Out Loud

Saat ini mungkin saat terjenuh atau tepatnya bosan dalam hidup gue. Jenuh dalam artian gue belum bisa mencapai apa yang mau gue raih, dan tekanan dimana-mana. Rasanya ingin menutup diri dan amnesia. Hal yang gue inginkan ga semuanya tercapai, bahkan halangan datang silih berganti tak pernah puas. Justru hal yang gue benci itulah yang datang. Sampai kapan Tuhan? Sampai kau mengambil nyawaku? Capek sih ada, mau mengeluhpun tak ada yang mengerti, orang terdekat tak ada yang mau mendengar, hanya lewat tulisan inilah gue mengeluarkan semua keluh kesah gue. Mengumpat tak ada artinya, apakah ini dinamakan zona nyaman? Who knows. Memang benar ya, manusia gak pernah puas terhadap apa yang telah ia capai dan ingin terus lebih dan lebih. Mungkin gue juga merasakannya. Nafsu paling utama dalam hal ini. Ego juga. Yang gue butuhkan sekarang adalah: ketentraman hidup tanpa mendengar ceramahan orang lain, hidup dengan prinsip gue sendiri, dan mati dengan damai. Egois yah? Apalah ini tulisan, ga ber

Go On

Assalamualaikum stalkers~ Alangkah baiknya gue memberi salam kan? Hehe. Sebenarnya gue mau ngeblog dari sore tadi, tapi ngantuknya luar angkasa plus pusing jadi gue istirahat dulu (yaelah curhat) Topik yang gue bahas malam ini sih ga jauh-jauh dari kehidupan sehari-hari, yah namanya juga "life about myself" kan, hihiy. Pernah kan diantara kalian yang mendengar semboyan ini "dont judge book cause the cover" ya begitu kurang lebihnya. Dewasa ini, kayaknya semakin gue bertambah umur dan pengalaman hidup (padahal 21 aje belom pengalaman apanya ya...) semakin banyak yang bisa gue pelajari dan gue pahami bahwa manusia itu unik. Unik entah itu dari sifat aslinya, dari cara mereka menghadapi masalah, cara melakukan sesuatu, dan lain-lain. Salah satunya ya itu, memandang orang lain hanya dari fisik, nomor paling wahid dan ga pernah ketinggalan. Manusiawi memang, pertama kali kita melihat orang lain itu dari fisiknya. Kalau dia cantik, kurus, ganteng, tinggi, pasti k

Evergreen

I lie awake beside the windowsill Like a flower in a vase A moment caught in glass.. hmm The rays of sunlight come and beckon me To a sleepy dreamy haze A sense of summer days If only I could stop the flow of time Turn the clock to yesterday Erasing all the pain... I've only memories of happines Such a pleasure we have shared I'd do it all again This scenery is evergreen As buds turn into leaves The olours live and breathe This scenery is evergreen Your tears are falling silently

Moon On The Water

Cahaya itu perlahan datang lagi, menghangatkan seluruh hati ini. Kamu genggam erat tanganku lagi, tak peduli dinginnya angin malam saat itu. Senyum yang dulu menghilang, kini kita rajut sehelai demi sehelai. Senyum tulus ikhlas, menghapus masa lalu yang membekas. Dari hal sesederhana itulah, kita bahagia. Aku memang bodoh, karena aku tak tahu apa yang akan terjadi hari esok. Tapi yang jelas, aku minta satu hal. Seburuk apapun ujian atau pujian entah apalah, jangan pernah beranjak dari sini. Tetaplah disini, dibawah sinar bulan ini. Rangkul bahuku, agar kita bisa berbagi rasa kehidupan ini. Jangan pernah lelah, jangan. Terimakasih teruntuk kamu, kamu yang cuma satu. Seperti bulan yang selalu ada saat bumi terlelap. Sinarnya selalu menghangatkan ketika dingin mencekam. Seperti bulan yang selalu setia menemani bumi sepanjang malam.

22:45

Perasaan itu muncul lagi, entah datangnya darimana. Perasaan yang menghangatkan, dan juga mendebarkan. Rasa khawatir ini mungkin berlebihan. Ada marah, rindu, kesal, senang, juga pusing. Tolong jawab, perasaan apakah ini? Akh!

Lost Stars

Belajar dari masa lalu, itu kita. Mencoba untuk bangkit, lalu jatuh, bangkit lagi. Tak ada yang bisa mengerti kita. Mimpi dan angan, fantasi dan bintang. Seperti itulah kita. Sinarnya tak selalu ada, tapi indah bila muncul. Tuhan, aku selalu berdoa kepadamu tentang kehidupan ini. Aku bukan menangisi takdir, tapi aku tau bagaimana rasanya kehilangan. Namun suatu saat, cahaya itu akan bersinar dan bersatu. Jangan bersedih, karena akulah yang sedang menari dalam tangisanku sendiri. Semoga kita masih bisa seperti bintang, walaupun berjauhan.

Diam

Aku diam, bukan berarti tak memperhatikan. Aku sedang melihat sekitarku, khususnya atmosfir didalam ruangan yang kita ciptakan. Aku diam, bukan berarti tak mendengar. Aku sedang mencari suara yang dulu pernah kita buat. Suara kegaduhan, suara tawa, suara tangisan. Aku diam, bukan berarti tak mencari. Tapi, aku tak ingin. Ragu.  Bagaimana bisa aku berlari jika kau terus menarikku kebelakang? Mengapa kau selalu bisa menjadi inspirasiku? Apa yang harus aku perbuat? Dimana lagi aku bisa mencari orang sepertimu itu? Kapan aku bisa membuat garis senyum di wajahmu itu? Jadi, aku hanya bisa diam. Sampai waktu menjawab.