Kata

Aku sadar, merindumu tak akan ada habisnya. Setiap hari, kata-kata yang sudah siap berbaris rapih di kepalaku. Untuk apa? Untuk siap berperang melawan kegelisahan yang selalu menancap di dada. Walaupun kamu jauh disana, tak ada suara, tak ada balasan, aku masih disini bersenang-senang dan bersenandung dengan pikiranku, meskipun akhirnya harus mengeluarkan air mata tanda rindu tidak juga dijabah juga, tapi aku bersyukur. Kamu masih menetap dihatiku, yang tak mau tahu apakah kau begitu juga. Jika suatu saat nanti jalan yang kita akan kehendaki berbeda, aku mau kau tahu, mengingat bahwa kau pernah mengisi hati yang setengah kosong ini. Mengisi kesedihan, dan menggantinya dengan kehangatan yang selalu kau berikan untukku. Aku selalu rindu, dimana pernah kita menatap bulan purnama berdua, menatap hujan di malam hari berdua, ciuman di kening ketika sedang berjalan berdua, bahkan senyumanmu pun sudah seperti harta karun bagiku. Apa hal itu bisa kurasakan lagi denganmu? Atau aku tak punya kesempatan lagi untuk merasakannya? Aku hanya senang, karena baru kali ini aku merasakan bahagia yang tulus, tanpa pamrih, tak merasa telah melakukannya. Jika takdir bukan milik kita, tak apa. Aku bersyukur karena Tuhan telah memperkenalkanmu padaku, betapa berharganya dirimu untukku, mengajarkan aku apa artinya tulus, ikhlas memberi tanpa pamrih, rendah hati, diam ketika marah, dan masih banyak alasan lain betapa berharganya dirimu untukku. Betapa beruntungnya wanita yang akan mendapatkanmu suatu saat nanti. Aku hanya ingin kau sehat selalu, bahagia walau aku tak ada, dan aku tak ingin kau pergi, aku juga tak ingin kau pulang, tapi aku hanya ingin kau ada. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Loser

E-Day

Sempit