Savetember

Orang-orang yang paling berharga menurut gue dan satu-satunya hal yang paling gue harapkan adalah keluarga. Mereka tak pernah berubah, ketika masalah kecil atau masalah besar yang menimpa dengan gue. Hanya mereka yang netral ke gue, mendukung dengan cara mereka. Memang, meskipun gue tga se ‘intim’ apa yang seperti keluarga lainnya. Gue lebih tetap percaya mereka. Keluarga disini adalah mamah, kakak, adik-adik dan bapak. Kasih sayang mereka memang tidak terlihat, tetapi tidak munafik. Mungkin pemikiran gue sempit, tapi ini yang gue rasakan selama ini. Berapapun banyak teman atau sedekat apapun gue dengan orang lain, tetap belum bisa ada yang menyamain mereka. Makanya sampai sekarang gue belum pernah punya teman atau sahabat versi gue sendiri. Gue tetap berbaur, tetap sayang dengan orang-orang sekitar yang gue anggap teman. Gue tetap berusaha untuk netral. Karena belajar dari pengalaman lalu, dimana ‘kebaikan’ gue ini atau ‘kepolosan’ gue ini dianggap sepele oleh orang yang dekat dengan gue, dan menggunakan ‘keegoisannya’ sebagai alasannya. Kalau mau disalahkan, siapa yang salah? Ah sudah, muak lama-lama kalau diingat. Atau gue yang egois ya? Malas membuka diri? Atau memang seperti ini jalannya? Cuma keluarga yang paling gue harapkan selalu. Dibilang tertutup juga bukan, gue juga menulis ini karena apa yang ada dipikiran, bukan karena ingin pamer, hanya ini satu-satunya gue bisa menenangkan pikiran, mungkin juga hati. Namun diluar sana, gue hanya bisa diam memperhatikan tanpa bersuara. Gue pun belum sepenuhnya paham atau mengerti dengan diri gue sendiri, apa yang gue pikirkan, gue rasakan, dan segala-macam-sifat-manusia itu sendiri. Sepertinya sesuatu yang paling sulit adalah mencintai diri sendiri.

Belakangan ini gue lagi boros. Uang yang gue peroleh dari kampus ketika jadi panitia cabutan beberapa minggu lalu dan hasil part time di lab kampus, habis seketika dalam 2 minggu. Apa yang gue beli? Buku, rok, buku, rok, buku lagi, setelah itu makanan. Padahal saat kerja dulu gue bisa menabung dengan gaji yang gue terima. Ah nafsu memang ga akan ada habisnya kalau dituruti.

Mungkin, mungkin, mungkin gue sedang di titik dimana gue menutup diri, seperti dimana orang-orang yang kita kenal sekedar menyapa saat kita lewat. Sedih bukan, senang bukan, menderita juga  bukan, masih belum mencintai diri sendiri. Kalau sedang sendiri seperti sekarang, hal yang gue lakukan kemarin atau hari ini berguna atau ga ya? Atau bakal ada dampaknya atau ga ya? Menyesal memang belakangan. Tetapi gue jarang merasakan itu. Karena apapun konsekuensi yang gue terima akan gue jalani. Apapun yang ditanam, itu pula yang akan dituai. Ya rasa sedih, bercampur keinginan gue bisa tersenyum dengan orang yang gue sayang kembali. Yang hilang memang tak mungkin kembali, jika bukan ditakdirkan untuk kembali. Intinya, mencintai dan percaya pada diri sendiri sudah lebih dari cukup, untuk sekarang.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Loser

E-Day

Sempit