So Sick

Gue nulis ini karena gue udah muak, muak sama semuanya. Sama kehidupan gue, pun sama diri gue sendiri. Maka kekesalan ini gue tuang semuanya disini. Karena gue ga tahu harus bercerita sama siapa, selain sama Tuhan (karena cuma Dia yang paling mengerti kondisi gue kapanpun), dan teman-teman terdekat gue pun ga ada yang mau tahu persoalan gue sampai gue seperti ini. udah hampir seminggu ini (lebih mungkin) gue nangis, entah itu lagi capek, atau hati gue yang capek. Kenapa sih semua orang cuma dateng ketika ada perlunya doang? Itu yang bikin gue muak sampai detik ini. apa mungkin siklus kehidupan seperti itu? Ketika gue ingin bercerita dan berkeluh kesah tentang kehidupan gue, selalu aja disanggah, dan malah mereka yang jadi bercerita.  Terus pertanyaannya, kapan gue bisa berkeluh kesah sama kalian? Apa kehidupan gue ga penting juga? Ketika gue mengalamin kejadian seperti ini lagi, gue cuma bisa diam, dan nangis begitu aja tanpa ada orang yang tau? Gue juga manusia, yang ini berkeluh kesah, ingin membagi kebahagiaan juga , dengan teman terdekat, apa ga boleh?

Jadi kronologi puncaknya begini, tadi siang (sekitar jam 2), setelah gue solat zuhur di mushola kampus, temen gue yang sedang berbunga-bunga dengan pacarnya (yang pacarnya itu teman gue, dan gue cukup dekat) bilang “nanti gue mau ke kantornya di Kemang”, mendengar itu gue langsung spontan jawab “yaudah bareng gue aja nanti.” Dengan maksud baik gue ingin menemani dia di jalan menuju kantor pacarnya naik kopaja. Tapi dia jawab: “ga ah, gue naik grab aja.” Yah, gue berpikir kenapa ga naik kopaja aja yang jauh lebih murah ketimbang ojek yang mahal ketika jam sibuk. Lalu gue spontan bilang: “manja lu.” Nah kalimat selanjutnya yang dia bilang ke gue itu adalah: “lu merasa iri?”. Bagaimana perasaan lu setelah teman lu sendiri, gue yang selalu mendengar keluh kesah tentang pacarnya, lalu dia bilang seperti itu? Yap, bagi orang lain mungkin berpikiran “yaelah biasa aja”, tapi disitu mood gue yang tadinya biasa aja, jadi berantakan. Gue langsung diam, nunduk. Nahan nangis, nahan emosi. Akhirnya gue ke kamar mandi, memikirkan kalimat dia yang menghancurkan mood gue, dan tiba-tiba air mata gue keluar. Apa salah gue ya? Apa gue sudah banyak dosa? Pokoknya dari situ gue udah males berbicara intens sama itu manusia. Emang bener ya, perempuan kalau lagi berbunga-bunga sama pacarnya, mereka pasti lebih memilih pacarnya, sampai perasaan sahabatnya sendiri (gue ga menganggap dia sahabat, karena gue belum punya sahabat yang benar-benar ‘sahabat’) ga dia perhatikan. Pernah gue bilang ke dia “kalau lagi di kampus jangan bahas si X ya (maksudnya pacarnya), dan selalu dia keceplosan ngomongin pacarnya, dan gue udah males ngebahas dan ingetin dia lagi, udah capek. Gue cuma bisa dengerin dia. Dan tanpa dia mau dengerin tentang isi hati gue, keluh kesah gue. Pernah sih, tapi abis itu dia seperti tidak peduli dan tidak mau menenangkan hati gue yang sedang mendung ini.  

Pernah waktu gue nginap dirumahnya, gue dan dia udah ada rencana mau nonton hari itu. Gagal karena pacarnya datang kerumahnya. Memang rencananya si pacarnya itu mau bawa mobil jadi bisa nonton bertiga, tapi nyatanya? Pacarnya bawa motor dan akhirnya ga jadi pergi nonton. Apa mereka mikir perasaan gue saat itu? Saat itu hati dan pikiran gue lagi ga  karuan, makanya gue pergi dari rumah karena udah bosen juga dirumah. Malah mereka berdua pacaran diluar rumah. Apa rasanya disitu? Gue nangis sejadi-jadinya di kamarnya. Mood gue malah makin rusak dibuatnya. Tetap, gue diam dan menahan emosi, tapi memang gue disitu kalut banget, ga tau harus bercerita sama siapa, ga ada lagi orang yang bisa gue percaya sekarang. Cuma Tuhan yang paling tau isi hati gue. Mereka yang selalu datang ketika ada perlunya, dan pergi lagi. Dan terjadi lagi. Tanpa memperdulikan perasaan orang terdekatnya dan berbicara seenaknya. FAKOFF!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Loser

E-Day

Sempit