Setelah Hujan
Benar-benar menyiksa pagi ini. Bukan, bukan salahmu, bukan
salah siapapun. Ini hanya salahku, salah diriku sendiri. Aku bodoh, sangat
bodoh. Semakin tengah pagi mulai terlihat, namun sunyi sepi yang nampak, alunan
lagu tak hentinya masuk kuping kanan keluar kuping kiri. Aku takut, takut apa? Bising
karena bayangan semakin menakuti diriku sendiri, bayangan tentang ketakutan dan
semuanya. Itu bukan diriku mungkin, coba sekali lagi, pasti dapat jawabannya. Lapisan
epidermisku semakin menegang disentuh angin yang keras dan dingin.
Ketika hujan telah mewakili semuanya. Mewakili tentang arti
rindu yang tak akan pernah ada habisnya. Tentang air mata yang telah kering
dari sumbernya. Tentang perasaan dan semua omong kosong yang dikandungnya.
Hujan yang telah selesai membuatku berkhayal, kapan hujan
ini datang lagi? Hujan yang selalu membawa ketenangan. Selalu membuat hasrat
untuk kembali keperaduan. Selalu membawa kenangan dulu. Untuk kenangan pahit
yang menjadi cerita dan pedoman, untuk kenangan manis yang tak akan pernah kita
lupakan saat kita menoreskan senyum berdua.
Pelangi yang datang saat hujan telah selesai. Itu yang
sangat aku dambakan. Namun yang aku sesalkan, kenapa tak berbarengan saja? Karena
pelangi itu indah, begitu pula hujan. Mungkin Tuhan membuat hujan sebagaimana
kita pernah jatuh dari zona nyaman, merasa sedih dan putus asa. Namun ada
kalanya setelah hujan berhenti pelangi pun datang. Lihat? Warnanya yang begitu indah, membuat kita yang melihatnya tersenyum kembali, mengagungkan-Nya, dan
tak ingin dia hilang ditelan awan tebal bekas hujan tadi.
Komentar
Posting Komentar