Candu.
Baru juga satu bulan gue absen
dari menulis, lebih delapan hari tepatnya, kok rasanya ada yang mengganjal ya?
Padahal aktivitas gue biasa saja, lebih banyak menganggur. Overthinking
terhadap sesuatupun sekarang berkurang, lebih banyak melihat dunia nyata kalau
lagi diluar rumah, melamun apa yang bisa dilamuni. Sosmed pun juga ga sampai
berjam-jam. Baca buku kalau mood dan fokus. Beberapa minggu ini kepala gue
rasanya sakit, migrain, makan yang asin bisa dibilang jarang. Makanan yang
manis juga tentu gue batesin, tahu diri sih kecuali mood swing ketika bulannya
datang.
Baru sadar ketika ada yang
kurang. Gue belum nulis. Ternyata menulis itu candu ya. Gak peduli siapa orang
yang baca, apa reaksi orang terhadap tulisan kita, bukan cuma menulis sih,
sebetulnya gue sangat ingin sendiri, benar-benar hening, gak ada suara apapun
di rumah, tenang tentram, karena hal itu gak bisa gue dapatkan semenjak adik
gue yang paling terakhir sudah masuk SMA. Nyokap gue sepertinya paling over
posesif sama dia. karena mungkin anak cowok terakhir yang bisa dibilang “puber”
karena ya gamau selalu diurusin sama nyokap. Gue cerita ini karena udah muak
sama keposesifannya, ya mau apalagi selain nulis, cuma bisa minta kesabaran.
Siapa sih yang ga pusing tiap sebelum adzan subuh ada orang teriak-teriak kencang
bangunin anaknya suruh mandi, suruh solat? Hampir setiap hari gue mengumpat,
tidak lupa diakhiri istighfar. Kepala gue sakit mungkin juga ini penyebabnya. Ingin
banget rasanya gue kerja dan pindah ngekost kayak tahun 2016 lalu, gue menemukan
ketenangan tersendiri ketika gue selama enam bulan kerja, meskipun saat dirumah
gue merasa rindu suasana hangat (agak munafik kalau bilang hangat, lol) yang
gue pusingkan hanya sikap atasan yang begitu, pasien yang banyak, capeknya ya
udah bawa tidur aja. Setelah itu bangun dan kerja lagi. Gue yang mungkin juga
kurang bersyukur ini, kurang lengkap apalagi? Kadang bingung sama diri sendiri.
Oh ya ada lagi, terlalu sering
buka instagram. Di rumah yang wifinya super lancar jadinya gue leluasa buka
atau scroll timeline sampai mabok. Tapi yang sudah gue bilang diatas, gue
membatasi itu. Hanya saja pemikiran gue jadi sempit karena “cih pamer, pede
amat nih orang, jijik, galau mulu buset, dan pemikiran negatif lainnya tentang
orang-orang” karena gue berpikir kalau instastory itu adalah cerminan dirinya sendiri.
Gak usah jauh-jauh deh misalnya, ada orang yang update rekam film yang lagi
ditonton di bioskop. Niatnya sih buat seru-seruan aja, tapi ada gak pada tahu
ya? Kalau hal itu tuh udah ngelanggar hak cipta. Otaknya dimana Ya Allah.
Mending kuotanya buat beli buku, lebih bermanfaat buat otak. Gue keras begini
karena dizaman sekarang orang-orang (entah termasuk kalian atau gue sendiri)
lebih mementingkan eksistensi ketimbang menjadi diri sendiri. Gue pun masih
banyak kurangnya kok, tidak menutup kemungkinan gue juga seperti itu. Gue juga
ingin dilihat, hanya saja gue berpikir apakah itu bermanfaat? Sebentar lagi gue
juga akan menonaktifkan instagram selama beberapa hari atau bahkan minggu (?)
demi kesehatan otak gue.
Kepala gue masih berat dan gue
sepertinya kecanduan kopi. Kopi apa aja gue suka, maksimal dua gelas kopi
sehari. Itupun juga karena terpaksa. Terakhir ngopi kapan ya? Padahal bikin
trigger lalu insomnia, masih aja dikangenin. Yah setidaknya bukan cinta lagi
yang membuatnya candu. Banyak hal juga yang pasti lebih baik kalau mau terbuka
sama diri sendiri dan alam semesta. Karena kalau kata Paulo Coelho “When you want something, all the universe
conspire in helping you to achieve it.”
Benerrrr bgt! Setuju sama kata kata nya! Nendang!
BalasHapusKata yg mana nih?
Hapus