Make Up
Menjadi diri sendiri seutuhnya sampai sekarang pun
sulit. Banyak godaan, dimulai dari logika, ego, bahkan pendapat-pendapat orang
lain yang bisa menjatuhkan. Aku tahu sekarang apa kekurangan yang aku punya, memang
tak baik jadi pendendam. Tapi aku tahu batas wajar aku harus bersikap. Kadang suatu
hari, aku suka menangis diatas sajadah, hanya karena teringat akan semua beban,
semua dosa, semua peluh yang ku bawa selama ini. Selalu menyesal, mengapa aku
dulu sebodoh itu? Mengapa kemarin aku sebejat itu? Dan semua pikiran-pikiran
yang melayang diatas kepala. Aku hanya berdoa aku mendapatkan yang terbaik. Apa
itu kurang? Aku harus berdoa apalagi? Aku cuma manusia biasa yang terbatas. Terlalu
menyesakkan, tapi aku tak tahu itu apa. Ingin teriak tapi malu, malu akan dosa
yang sudah kuperbuat. Tapi aku melakukan, melakukan, dan melakukannya lagi. Aku
bingung. Aku linglung, entah ini benar atau salah. Aku memang belum pantas
mendapatkan yang aku mau, terlalu rendah status ini untuk menjadi lebih baik. Tapi
aku mau, aku ingin. Tentram rasanya, jika sesuatu yang tidak bisa kumiliki
namun Allah miliki dan menjadikan itu renungan buatku sendiri. Ya, aku masih
punya satu genggaman yang tak akan lepas. Selalu ada dan selalu disampingku. Hanya
aku yang bisa merasakannya. Jika memang belum saatnya, aku akan bersabar
menunggu dan terus menggenggam apa yang bisa kugenggam sekarang. Bukan tangan
kekasih, melainkan Yang Maha Pengasih. Boleh saja mereka silih berganti dengan
mudahnya membuka pintu hati untuk orang lain. Namun bagiku. Hati itu bukan
untuk diobral, melainkan ditanam. Disiram dengan air kebahagiaan agar terus
tumbuh. Mungkin perpisahan membuktikan kegagalan manusia dalam menjalani
hakikatnya. Hakikatnya manusia adalah untuk saling melengkapi, saling menerima,
saling memberi apa yang dipunya.
Aku hanya ingin menjadi diri sendiri agar aku
bahagia. Bukan bahagia untuk orang lain. Dan aku masih belajar, dengan semua
pelajaran ‘kehidupan’, aku pasti bisa.
Komentar
Posting Komentar