Desember
Aku tak tahu ingin menulis apa. Tapi
yang jelas, sudah beribu-ribu kata yang sudah terangkai di pikiran dan harus
segera dituang. Dimanapun itu.
Hei, Desember. Datang dengan
sombongnya karena hal itu yang paling ditunggu oleh sejuta umat, yang ingin
merayakan hari kebahagiaan, menutup tahun. Datang dengan hembusan angin di
jalan, perkotaan, toko-toko, sampai gang kecil. Pelangi pun senang mampir di
penghujung tahun 2016 ini. Sayang, hujan masih malu menampakkan dirinya hari
ini. Mungkin besok? Atau lusa? Entahlah. Hujan akan selalu aku tunggu meskipun
aku tak menginginkannya.
Bertubi-tubi rindu di dada,
selalu menginginkan kehadirannya, kesal ketika ia tak ada. Bahkan bayangannya
pun tak cukup kuat untuk menahan beban rindu. Senyum simpul yangselalu di
rindukan, telapak tangannya yang kasar, hingga rambutnya yang halus tipis itu. Aku
bahkan tak menyangka, kenapa bisa sedalam ini aku mencintainya? Tak ada yang
tahu. Berharap di penghujung tahun ini, tahun depan, atau bahkan sepuluh tahun
kemudian aku punya jawabannya.
Sesak? Pasti ada. Bahagia? Selalu.
Senang? Tak usah kau tanya lagi. Terlalu banyak kenangan yang tergurat selama
aku memilin kisah yang tak ada ujungnya ini. Mungkin hanya waktu yang tahu
simpul matinya. Dan aku hanya bisa berjuang dan berdoa demi semua itu. Ya.
Aku hanya bisa bersyukur dengan
keadaan yang sekarang. Mencintainya seperti menjalani tahun tiap tahun, tak
bisa diduga. Tapi hanya bisa terus dijalani. Sampai akhir tahun, sudah
dipastikan aku tetap mencintainya. Belajar tentang bagaimana menerima,
kesendirian, kesempatan, memahami, kejenuhan, dan semua embel-embel kehidupan.
Tahun lalu, tak pernah terbayang
akan seperti ini. Pelanginya datang lagi. Datang setelah gemuruh dan badai
datang menghampiri. Terimakasih Desember, kau penuh dengan kejutan.
Komentar
Posting Komentar